BAB V PEMBAHASAN
Kesadahan
air disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Jadi air yang
mempunyai kesadahan tinggi mengandung banyak garam-garam Ca2+ dan Mg2+.
Ada dua macam kesadahan, yaitu :
·
Kesadahan sementara (temporer hardness)
·
Kesadahan tetap (permanent hardness)
Kesadahan
sementara adalah kesadahan karena adanya garam bikarbonat dari Ca dan Mg, sedangkan
kesadahan tetap adanya garam non karbonat seperti sulfat, klorida, dan nitrat.
Kesadahan sementara dan tetap disebut kesadahan jumlah (total hardness).
Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan
memanaskannya, karena CO2 akan keluar dan meninggalkan garam
karbonat yang tidak larut (mengendap). Air yang mempunyai kesadahan tinggi
tidak baik apabila dipergunakan sebagai pengisi air ketel (boiler feed)
maupun dalam proses pencucian dengan sabun.
(Syafei, 1999)
Gambar. 1 Struktur
EDTA
|
(Harvey, D. 2000)
Dalam melakukan titrasi, kedalam larutan yang
mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+ ditambahkan indikator
(warna 1) membentuk warna kompleks dalam larutan buffer pada pH tertentu.
Penembahan EDTA akan memecah kompleks kation-indikator tersebut membentuk
kation-EDTA (warna 2) yang lebih stabil. Dengan mengamati perubahan warna, maka
titik akhir titrasi kompleksometri dapat diamati dan ditentukan. Untuk jelasnya
perhatikan reaksi-reaksi yang terjadi pada proses titrasi kompleksometri
dibawah ini :
Ca2+
+ EBT (Indikator) → Ca.EBT senyawa kompleks lemah berwarna merah anggur
Mg2+ + EBT (Indikator) → Mg.EBT senyawa
kompleks kuat berwarna merah anggur
Ca.EBT + EDTA → Ca. EDTA
Mg.EBT + EDTA → Mg. EDTA
Larutan
Dinantrium EDTA dijadikan standar baku sekunder karena sifatnya yang tidak
mendukung untuk dijadikan standar primer, antara lain :
·
Kurang stabil
·
Mudah/dapat terurai oleh bakteri dimana EDTA adalah suatu
senyawa organik yang dapat diurai oleh bakteri.
·
Dapat terurai oleh cahaya.
(Day & Underwood, 2002)
Walaupun demikian, sifat dari dinatrium EDTA
yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam-logam tertentu, maka EDTA
dijadikan suatu standar baku sekunder. Setelah EDTA distandarkan dengan larutan
baku primer, maka EDTA dapat dijadikan standar baku primer untuk menentukan
kesadahan sampel air dengan cara titrasi kompleksometri.
Pada dasarnya semua titrasi pengerjaannya
sama, hanya saja pada titrasi kompleksometri ini, adanya penambahan larutan
buffer pH10, hal ini dilakukan untuk menahan pH, sehingga pH dapat dijaga pada
rentang ± pH 10. Sehingga jika ada gangguan yang terjadi dari luar, maka pH
akan tertahan/tidak turun secara signifikan.
Selanjutnya penambahan EBT sebagai indikator
kompleks. EBT hanya ditambahkan secukupnya (±5tetes), hal ini agar tidak
didapat warna yang terlalu pekat saat EBT beraksi dengan ion Ca2+
dan Mg2+ pada sampel, sebelum titrasi dilakukan. Sedangkan jika EBT
ditambahkan kurang, maka jumlah EBT yang berikatan dengan ion Ca2+
dan Mg2+ kurang optimal, maka identifikasi TA akan sulit teramati,
karena warna lebih pudar.
Cara kerja EBT adalah dengan membentuk suatu
senyawa/ion kompleks dengan ion Ca2+ dan Mg2+ sebelum
titrasi, yaitu ion [Ca(EBT)] 2+ dan [Mg(EBT)] 2+ yang
berwarna merah anggur. Dimana saat titrasi terjadi, maka ion Ca2+
dan Mg2+ akan beraksi dengan EDTA seperti reaksi yang telah diuraikan
di atas.
Gambar.2 Perubahan Warna Larutan Pada Saat Titrasi
|
Titrasi dilakukan secara duplo, agar kesalahan
dari titrasi dapat diminimalisasi. Titrasi penentuan kesadahan dengan cara
kompleksometri ini diambil dua sampel air ditempat/wilayah yang berbeda, yaitu
di daerah cibiru. Dilihat dari kesadahan sementara, didapatkan kesadahan air di
daerah Cibiru yaitu sebesar 0,18 mg CaCO3 yang sedikit lebih sadah
dari sampel air yang diperoleh dari daerah kosambi, yaitu sebesar 0,16 mg CaCO3.
Perbedaan kesadahan tersebut dapat dipengaruhi dengan letak geografis
masing-masing daerah. Meskipun daerah Cibiru masih terdapat banyak sawah, akan
tetapi sudah terdapat beberapa industri, sehingga terdapat polusi yang dapat
mencemari air. Sedangkan diwilayah kosambi, kesadahannya relatif sama dari air
di daerah Cibiru, karena di kosambi pun terdapat pencemaran air, karena kosambi
merupakan pemukiman yang banyak penduduknya, sehingga mengakibatkan banyaknya
pencemaran air dari pemukiman yang kumuh.
BAB VI KESIMPULAN
Setelah dilakukannya penentuan kesadahan air, yang
diambil dari daerah yang berbeda, kedua air sumur tersebut dapat digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari karena didapatkan kesadahan sebesar :
Sumber air Cibiru (Pangaritan)
·
Kesadahan Total =
7,81 mg CaCO3
·
Kesadahan Tetap =
7,62 mg CaCO3
·
Kesadahan Sementara = 0,188 mg CaCO3
Sumber air Kosambi
·
Kesadahan Total =
7,14 mg CaCO3
·
Kesadahan Tetap =
6,53 mg CaCO3
·
Kesadahan Sementara = 0,16 mg CaCO3
BAB VII DAFTAR PUSTAKA
Harvey, David. 2000. Modern Analytical
Chemistry. 1st ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. North America.
Sumarna, A. 2009. Pengantar Kimia Analisis II (Titrimetri).
Pusdiklat. Bogor.
Syafei, Moh Iis. 1999. Kimia Air.
Bandung : SMK Negeri 13 Bandung.
Underwood, A. L & R. A Day . Jr. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif.
Edisi ke ke enam. Diterjemahkan oleh A. H Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment