Tuesday 18 September 2012

Penentuan Kadar Abu


BAB V PEMBAHASAN
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organic ( Sudarmadji, 1989). Dalam bahan pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Pengertian dari kadar mineral adalah ukuran jumlah komponen anorganik tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl.


Kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Dalam bahan pangan, mineral terdiri dari 3 bentuk yaitu:
1.      Garam organic. Ex: garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.
2.      Garam anorganik. Ex: garam fosfat, karbonat, sulfat dan nitrit.
3.      Senyawa kompleks yang bersifat organis.
Metode penentuan kadar abu disebut juga dengan metode pengabuan. Metode pengabuan terdiri dari 3 macam yaitu:
1.      Pengabuan kering ( prinsip gravimetric).
2.      Pengabuan basah.
3.      Pengabuan plasma suhu rendah.
Metode pengabuan dipilih berdasarkan pada:
1.      Tujuan analisis
2.      Jenis makanan yang dianalisis.
3.      Peralatan yang tersedia.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penentuan kadar abu dengan metode pengabuan kering. Sedangkan sampel yang akan digunakan adalah Terung ungu. Metode pengabuan kering adalah metode pengabuan dengan menggunakan tanur ( 500 0C – 600 0C) selama ± 3 jam. Pada metode pengabuan kering, air dan bahan volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan N2.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1.      Memerlukan waktu lama.
2.      Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3.      Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.

Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1.      Aman.
2.      Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3.      Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan.
4.      Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5.      Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum cawan porselen digunakan untuk menimbang cuplikan terung ungu, cawan porselen harus ditentukan beratnya secara konstan. Yaitu cawan yang sudah bersih dan bebas jelaga dipijarkan dalam tanur pada suhu ± 5500C selama 15 menit di dalam tanur (apabila proses pemijaran dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, maka menggunakan furnice yang bersuhu 1100 – 17000C) Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 20-30 menit. Cawan porselen lalu ditimbang hingga didapat berat konstan.





Gambar.1 Furnice
 


Cawan porselen dipijarkan pada suhu ± 5500C selama 15 menit, karena apabila dilakukan di bawah suhu tersebut, kemungkinan masih terdapat jelaga-jelaga yang masih menempel pada cawan sehingga dapat menambah berat yang akan mempengaruhi pengamatan.
Setelah cawan porselen dipijarkan maka perlakuan selanjutnya adalah didinginkan di dalam desikator. Hal tersebut berfungsi untuk mendinginkan cawan agar tidak kontak dengan udara luar yang akan mengakibatkan bertambahnya berat cawan dengan menempelnya uap air dari luar apabila tidak disimpan di dalam desikator. Desikator berfungsi untuk mnyerap uap air yang masih terdapat pada cawan porselen. Sebaiknya desiktor yang digunakan pun harus terbuat dari bahan kaca bukan plastik, karena apabila terbuat dari bahan plastik dikhawatirkan desikator tersebut tidak bisa menahan panas dari cawan yang bersuhu sangat tinggi.

Desikator yang baik adalah desikator yang masih dapat berfungsi menyerap uap air. Desikator yang masih menyerap uap air ditandai dengan silika gel yang masih berwarna biru terang yang terdapat dibagian bawah desikator yang dihalangi oleh sarangan. Apabila silika gel sudah berwarna pudar, itu berarti penyerapan uap air sudah kurang optimal. Maka sebaiknya sebelum silika gel digunakan, terlebih dahulu harus dipanaskan dalam oven agar silika berwarna biru kembali. Cara membuka desikatorpun tidak sembarangan, yaitu dengan cara menggeser tutup kesamping dengan hati-hati, bukan dengan membuka tutup desikator ke atas. Karena akan mengakibatkan tutup desikator tidak akan melekat dengan baik pada desikator. Maka penggunaan vaselin sangat dianjurkan.





Gambar.2 Desikator


Cawan porselen yang telah dipijarkan sebaiknya jangan langsung dimasukan ke dalam desikator, sebaiknya tunggu selama ± 5 menit di udara (didinginkan di udara). Hal tersebut bertujuan untuk menjaga agar desikator tetap berfungsi dengan baik. Karena apabila kita memasukan cawan porselen dalam keadaan panas tanpa mendinginkan terlebih dahulu di udara, dikhawatirkan tutup desikator akan tergeser (bumping) hingga terjatuh, karena tekanan yang berada dalam desikator lebih besar (pengaruh panas dari cawan porselen).
Berat cawan porselen yang didapat harus berat yang konstan, yang dilakukan dengan beberapa kali proses penimbangan. Konstan berarti selisih antara penimbangan yang satu dengan penimbangan berikutnya hanya terpaut sedikit dengan toleransi sebanyak 5%. Cawan yang digunakan apabila tidak konstan akan mengakibatkan kesalahan perhitungan berat, sehingga kadar yang didapat akan tidak tepat.




Gambar.3 Neraca Digital
 

Cawan porselen yang sudah siap digunakan baru dapat dipakai untuk menimbang cuplikan Terung ungu seberat  ± 3 gram, dengan toleransi sebesar 5%. Perhatikan neraca sebelum digunakan. Waterpass pada neraca harus pada posisi ditengah. Hal tersebut dilakukan agar neraca tersebut menunjukan berat yang akurat. Posisi cawan ketika hendak menimbang harus masih berada di dalam desikator. Agar tidak ada interaksi dengan uap udara yang akan meyebabkan penambahan berat.
Setelah itu dilakukan lagi pemijaran di dalam tanur  hingga sampel berubah warna menjadi coklat kehitaman, hal tersebut menandakan bahwa air yang terdapat dalam cuplikan telah teruapkan semua. Untuk cuplikan jenis bahan makanan atau bahan organik, pengabuan pada suhu 5500C untuk berubah menjadi abu dengan sempurna. Kemudian didinginkan sebentar di udara, lalu didinginkan kembali di dalam desikator selama 20-30 menit. Proses terakhir yaitu penimbangan cuplikan yang telah diabukan.
Kadar abu yang didapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka dapat didapatkan kadar abunya sebesar 0,41%. Pada umumnya kadar abu pada bahan pangan tidak melebihi dari 5 %. Kadar abu yang melebihi dari 5 % biasanya terdapat pada bahan pangan olahan. Kemungkinan penyebab rendahnya kadar abu Terung ungu mengandung kadar air. Sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguapkan air dan bahan volatile sepenuhnya.
Apabila proses dilanjutkan ketahap penentuan kadar mineral, kemungkinan kadar mineral akan berkurang. Hal ini disebabkan karena menguapnya beberapa mineral pada suhu tinggi seperti Cu, Fe, Pb, Hg, Ni dan Zn.
Kadar abu yang didapat pada percobaan dibandingkan dengan “Tabel Komposisi Bahan Pangan Indonesia”, kadar abu dari Terung ungu  adalah 0,5%. Hasil yang dipeoleh pada percobaan hampir mendekati dari kadar abu yang ada diliteratur, sedangkan faktor yang menyebabkan kadar abu yang didapat tidak terlalu sama, antara lain :
·           Cawan yang digunakan belum konstan (pemijaran dan penimbangan dilakukan sampai konstan minimal 3 kali perlakuan) serta cawan tersebut masih berjelaga. Sehingga memungkinkan mempengaruhi dalam perhitungan kadar air pada sampel tersebut.

·         Kurang lamanya proses pengabuan, sehingga dikhawatirkan masih ada Terung ungu yang belum terabukan secara sempurna. Indikatr cuplikan telah terabukan secara sempurna atau belum, salah satu caranya bisa dengan melihat warna dari cuplikannya apakah sudah berubah menjadi kecoklatan atau belum.

BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah  dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Metode pengabuan kering melibatkan pemijaran pada tanur. Suhu tanur yang digunakan adalah 600 0C.
2.       Penentuan kadar abu juga dapat digunakan dalam penentuan kadar mineral.
3.      Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik.
4.      Salah satu kelemahan metode pengabuan kering yang mempengaruhi penentuan kadar mineral adalah hilangnya beberapa mineral akibat suhu tinggi.
5.      Kadar abu pada terung ungu, adalah 0,41%, sedangkan berdasarkan “Tabel Komposisi Bahan Pangan Indonesia” kadar abu dari Terung ungu  adalah 0,5%.


BAB VII DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. 1st ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. North America.
Herdas. 2008.Pengujian Kadar Abu. Available at http ://bloginvitro.blogspot. com/2011/02/pengujian-kadar-abu.html. (diakses tanggal 27 Januari 2012)
Rizal Syarief dan Hariyadi Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.
Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Sudjana, Moch. 1972. Kimia Analitik. Koprasi Warga Sekolah Analis Kimia. Bandung.
Winarno, F.G. 1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit PT. Gramedia,  Jakarta.

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Catatan Informatika