BAB V PEMBAHASAN
Abu adalah zat
anorganik sisa pembakaran dari senyawa organic ( Sudarmadji, 1989). Dalam bahan
pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam
bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan
ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini
menunjukkan bahwa penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar
mineral. Pengertian dari kadar mineral adalah ukuran jumlah komponen anorganik
tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl.
Kadar mineral
dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya
dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis
tertentu. Dalam bahan pangan, mineral terdiri dari 3 bentuk yaitu:
1. Garam organic. Ex: garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.
2. Garam anorganik. Ex: garam fosfat, karbonat, sulfat dan nitrit.
3. Senyawa kompleks yang bersifat organis.
Metode penentuan kadar abu disebut juga dengan
metode pengabuan. Metode pengabuan terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Pengabuan kering ( prinsip gravimetric).
2. Pengabuan basah.
3. Pengabuan plasma suhu rendah.
Metode pengabuan dipilih berdasarkan pada:
1. Tujuan analisis
2. Jenis makanan yang dianalisis.
3. Peralatan yang tersedia.
Pada praktikum
kali ini, akan dilakukan penentuan kadar abu dengan metode pengabuan kering.
Sedangkan sampel yang akan digunakan adalah Terung ungu. Metode pengabuan
kering adalah metode pengabuan dengan menggunakan tanur ( 500 0C –
600 0C) selama ± 3 jam. Pada metode pengabuan kering, air dan bahan
volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2,
H2O dan N2.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering
diantaranya adalah:
1. Memerlukan
waktu lama.
2. Biaya listrik
yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3. Kehilangan
mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1. Aman.
2. Hanya
membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3. Beberapa sampel
dapat dianalisis secara bersamaan.
4. Tidak
memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5. Abu yang
dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Gambar.1 Furnice
|
Cawan porselen dipijarkan pada suhu ± 5500C
selama 15 menit, karena apabila dilakukan di bawah suhu tersebut, kemungkinan
masih terdapat jelaga-jelaga yang masih menempel pada cawan sehingga dapat
menambah berat yang akan mempengaruhi pengamatan.
Setelah cawan porselen dipijarkan maka perlakuan
selanjutnya adalah didinginkan di dalam desikator. Hal tersebut berfungsi untuk
mendinginkan cawan agar tidak kontak dengan udara luar yang akan mengakibatkan
bertambahnya berat cawan dengan menempelnya uap air dari luar apabila tidak
disimpan di dalam desikator. Desikator berfungsi untuk mnyerap uap air yang
masih terdapat pada cawan porselen. Sebaiknya desiktor yang digunakan pun harus
terbuat dari bahan kaca bukan plastik, karena apabila terbuat dari bahan
plastik dikhawatirkan desikator tersebut tidak bisa menahan panas dari cawan
yang bersuhu sangat tinggi.
Gambar.2 Desikator
|
Cawan porselen yang telah dipijarkan sebaiknya jangan
langsung dimasukan ke dalam desikator, sebaiknya tunggu selama ± 5 menit di
udara (didinginkan di udara). Hal tersebut bertujuan untuk menjaga agar
desikator tetap berfungsi dengan baik. Karena apabila kita memasukan cawan
porselen dalam keadaan panas tanpa mendinginkan terlebih dahulu di udara,
dikhawatirkan tutup desikator akan tergeser (bumping) hingga terjatuh, karena
tekanan yang berada dalam desikator lebih besar (pengaruh panas dari cawan
porselen).
Gambar.3 Neraca Digital
|
Cawan porselen yang sudah siap digunakan baru dapat
dipakai untuk menimbang cuplikan Terung ungu seberat ± 3 gram, dengan toleransi sebesar 5%.
Perhatikan neraca sebelum digunakan. Waterpass pada neraca harus pada posisi
ditengah. Hal tersebut dilakukan agar neraca tersebut menunjukan berat yang
akurat. Posisi cawan ketika hendak menimbang harus masih berada di dalam
desikator. Agar tidak ada interaksi dengan uap udara yang akan meyebabkan
penambahan berat.
Setelah itu dilakukan lagi pemijaran di dalam tanur hingga sampel berubah warna menjadi coklat
kehitaman, hal tersebut menandakan bahwa air yang terdapat dalam cuplikan telah
teruapkan semua. Untuk cuplikan jenis bahan makanan atau bahan organik,
pengabuan pada suhu 5500C untuk berubah menjadi abu dengan sempurna.
Kemudian didinginkan sebentar di udara, lalu didinginkan kembali di dalam
desikator selama 20-30 menit. Proses terakhir yaitu penimbangan cuplikan yang
telah diabukan.
Dengan
menggunakan persamaan tersebut, maka dapat didapatkan kadar abunya sebesar 0,41%. Pada umumnya
kadar abu pada bahan pangan tidak melebihi dari 5 %. Kadar abu yang melebihi
dari 5 % biasanya terdapat pada bahan pangan olahan. Kemungkinan penyebab
rendahnya kadar abu Terung ungu mengandung kadar air. Sehingga dibutuhkan waktu
yang lebih lama untuk menguapkan air dan bahan volatile sepenuhnya.
Apabila proses
dilanjutkan ketahap penentuan kadar mineral, kemungkinan kadar mineral akan
berkurang. Hal ini disebabkan karena menguapnya beberapa mineral pada suhu
tinggi seperti Cu, Fe, Pb, Hg, Ni dan Zn.
Kadar abu yang didapat pada percobaan dibandingkan dengan
“Tabel Komposisi Bahan Pangan Indonesia”, kadar abu dari Terung ungu adalah 0,5%. Hasil yang dipeoleh pada
percobaan hampir mendekati dari kadar abu yang ada diliteratur, sedangkan faktor
yang menyebabkan kadar abu yang didapat tidak terlalu sama, antara lain :
·
Cawan yang digunakan belum konstan (pemijaran dan
penimbangan dilakukan sampai konstan minimal 3 kali perlakuan) serta cawan
tersebut masih berjelaga. Sehingga memungkinkan mempengaruhi dalam perhitungan
kadar air pada sampel tersebut.
·
Kurang lamanya proses pengabuan, sehingga dikhawatirkan
masih ada Terung ungu yang belum terabukan secara sempurna. Indikatr cuplikan
telah terabukan secara sempurna atau belum, salah satu caranya bisa dengan
melihat warna dari cuplikannya apakah sudah berubah menjadi kecoklatan atau
belum.
BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1.
Metode
pengabuan kering melibatkan pemijaran pada tanur. Suhu tanur yang digunakan
adalah 600 0C.
2.
Penentuan kadar
abu juga dapat digunakan dalam penentuan kadar mineral.
3.
Abu adalah zat
anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik.
4.
Salah satu
kelemahan metode pengabuan kering yang mempengaruhi penentuan kadar mineral
adalah hilangnya beberapa mineral akibat suhu tinggi.
5.
Kadar abu pada terung ungu, adalah 0,41%, sedangkan berdasarkan “Tabel Komposisi Bahan Pangan Indonesia”
kadar abu dari Terung ungu adalah 0,5%.
BAB VII DAFTAR
PUSTAKA
Apriyantono,
Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB,
Bogor.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical
Chemistry. 1st ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. North America.
Herdas. 2008.Pengujian
Kadar Abu. Available at http ://bloginvitro.blogspot.
com/2011/02/pengujian-kadar-abu.html. (diakses
tanggal 27 Januari 2012)
Rizal Syarief dan Hariyadi Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit
Arcan, Jakarta.
Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Sudjana, Moch. 1972. Kimia Analitik. Koprasi Warga Sekolah Analis
Kimia. Bandung.
Winarno, F.G.
1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit
PT. Gramedia, Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment