Judul
Buku :
AKHLAK TASAWUF
Pengarang : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit :
PT Raja Grafindo Persada Jakarta
Cetakan : 1 (satu)
Tahun
terbit : 2008
Halaman :
321
Komentar :
Setelah membaca buku ini, dapat pengetahuan baru mengenai
akhlak dan tasawuf, khususnya membantu pada perkuliahan tasawuf ini dan umumnya
semoga dapat bermanfaat dalam mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.
Kelebihan :
·
Dilengkapi dengan glosarry, sehingga dapat mengetahui
arti kata-kata yang kurang dimengerti.
·
Banyak referensi sehingga menambah banyak sumber yang
terpercaya.
·
Cara penulisan sesuai dengan EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan).
Kekurangan :
·
Covernya kurang menarik.
·
Isi, bahasa, serta analisis bukunya kurang memuaskan.
·
Kertasnya mudah sobek.
RANGKUMAN TIAP BAB
Judul Buku : Akhlak Tasawuf
Pengarang : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
BAB 1 PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN MANFAAT MEMPELAJARI
ILMU AKHLAK
Kata akhlaq
atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan,
peringai, muru’ah atau segala sesuatu yang telah menjadi tabiat.
Sedangkan
Imam al-Ghazali (1059-1111 M) mengatakan bahwa akhlaq,
“ Sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Ada lima
ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlaq, yaitu :
1.
Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam
kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2.
Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran.
3.
Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri seseorang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4.
Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5.
Sejalan dengan ciri keempat, perbuatan akhlaq (khususnya
akhlaq yang baik) adalah karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau
karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.
Ruang
lingkup pembahasan ilmu akhlaq adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk.
Ilmu
akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam
mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk.
BAB 2 HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
·
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Dalam tasawuf masalah ibadah sangat
menonjol karena dalam tasawuf hakikatnya melakukan serangkaiaan ibadah seperti
shalat, puasa, dzikir dsb, semunya dilakukan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah. Dalam islam ibadah ini erat sekali dengan pendidikan akhlak yang
tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia.
·
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tauhid
Yang dibahas dalam ilmu tauhid adalah
tentang keimanan sedang dalam akhlak adalah mengenai perbuatan baik. Ilmu tauhid tampil dalam memberikan
landasan terhadap ilmu akahlak dan ilmu akhalak tampil dalam penjabaran dan
pengamalan ilmu tauhid. Tauhid tanpa akhlak mulia tidak akanada artinya dan
akhlak mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh, tauhid juga memberi arah terhadap
akhlak serta akhlak membri isi terhadap arahan tersebut.
·
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Dalam diri manusia terdapat potensi
rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan, potensi rohaniah ini
dikaji dalam ilmu jiwa, untuk mengembangkan ilmu akhlak ini dapat digunakan
informasi yang diberikan ilmu jiwa.
·
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Pendidikan dalam
pelaksanaannya memerlukan dukungan dari orang tua di rumah, guru di skolah dan
pimpinan atau tokoh di lingkungan masyarakat.Kesemua lingkungan ini merupakan
bagian dari integral pelaksanaan pendidikan yang juga merupakan tempat
pelaksanaan pendidikan akhlak.
·
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Dalam filsafat segala sesuatu dibahas
untuk ditemukan hakikatnya. Diantara
objek pemikiran filsafat yang erat kaitannya dengan ilmu akhlak adalah tentang
manusia, selain itu juga membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini dapat diketahui
dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan memperlakukan
makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik
terhadap Tuhan, manusia dan makhluk lainnya.
BAB 3 INDUK AKHLAK ISLAMI
Akhlak secara
garis besar dapat dibagi dua bagian, yaitu akhlak yang baik (al-akhlaq
al-karimah), dan akhlak yang buruk (al-akhlaq al-mazmumah).
Secara teoritis
macam-macam akhlak tersebut berinduk kepada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah
(bijaksana), syaja’ah (perwira atau ksatria), dan iffah (menjaga
diri dari perbuatan dosa dan maksiat). Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari
sikap ‘adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan ketiga
potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql
(pemikiran) yang berpusat di kepala, ghasdab (amarah) yang berpusat di
dada, dan nafsu syahwat (dorongan seksual) yang berpusat diperut. Akal
yang digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang
digunakan secara adil akan menimbulkan sikap perwira, dan nafsu syahwat yang
digunakan secara adil akan menimbulkan iffah yaitu memelihara diri dari perbuatan
maksiat.
BAB 4 SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
Sejarah mencatat,
bahwa filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak
adalah Socrates (469-399 M). Beliau dipandang sebagai perintis Ilmu
Akhlak.
Golongan
terpenting yang lahir setelah Socrates dan mengaku sebagai pengikutnya ialah Cynics
dan Cyrenics. Golongan Cynics dibangun oleh Antithenes yang hidup pada
tahun 444 – 370 SM. Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala
kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai ketuhanan.
Sebagai konsekuensinya, golongan ini banyak mengurangi kebutuhannya terhadap
dunia sedapat mungkin, rela menerima apa adanya, suka menanggung penderitaan,
tidak suka terhadap kemawahan, menjauhi kelezatan, tidak peduli dengan cercaan
orang, yang penting ia dapat berakhlak mulia.
Adapun
golongan Cyrenics dibangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota
Barka di utara Afrika). Golongan ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan
menjauhi kepedihan ialah merupakan satu-satunya tujuan hidup yang benar.
Menurutnya perbuatan yang utama adalah perbuatan yang tingkat dan kadar
kelezatannya lebih besar daripada kepedihan. Dengan demikian menurutnya
kebahagiaan dan keutamaan itu terletak pada tercapainya kelezatan dan mengutamakannya.
Pada tahap
selanjutnya datanglah Plato (427 – 347 SM). Ia seorang ahli filsafat Athena
dan murid dari Socrates. Plato berpendapat bahwa di dalam jiwa manusia
terdapat kekuatan yang bermacam-macam, dan perbuatan yang utama timbul dari
kemampuan membuat perimbangan dalam mendayagunakan potensi kejiwaan itu kepasda
hukum akal. Berdasar pada teorinya ini, ia berpendapat bahwa pokok-pokok
keutamaan ada empat, yaitu hikmah, keberanian, keperwiraan, dan keadilan.
Setelah Plato
datang Aristoteles (394 – 322 SM). Sebagai seorang murid Plato. Ia berpendapat
bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusiasdari apa yang dilakukannya
adalah kebahagiaan. Jalan untuk mencapai kebahagiaan ini adalah dengan
mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya. Aristoteles juga dikenal sebagai yang
membawa teori pertengahan. Menurutnya bahwa tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah diantara kedua keburukan. Dermawan misalnya adalah tengah-tengah
antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan
takut.
Pandangan
akhlak yang terdapat dalam pemikiran Barat tersebut tampak mempertlihatkan
coraknya yang amat sekuler, yakni memisahkan pandangan akhlak tersebut dari
agama atau wahyu Tuhan. Pandangan akhlak yang dikemukakan para sarjana Barat
itu sepenuhnya didasarkan pada pemikiran manusia semata-mata.
BAB 5 ETIKA, MORAL, DAN SUSILA
Dari segi
etimologi (ilmu asal-usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Arti etika
secara istilah telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda
sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad amin misalnya mengartikan etika adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di
dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat.
Adapun arti
moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Sedangkan menurut istilah moral berarti suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, peringai, kehendak, pendapat, atau perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
Selanjutnya
pengertian moral dijumpai pula dalam The Asdvanced Leanwer’s Dictionary of Currewnt
English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut
:
1.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah,
baik dan buruk;
2.
Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan
salah;
3.
Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Susila atau
kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an.
Kata tersebut berasal dari bahasa Sanswekerta, yaitu su dan sila.
Su berarti baik, bagus, dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan, hidup atau
norma.
Kata susila
selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya.
Dan kesusilaan sama dengan kesopanan.
Dilihat dari
fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak
sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan
manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Sedangkan
perbedaan antara kesemuanya adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan
untuk menentukan baik dan buruknya. Jika dalam etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan
kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang
digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah al-Qur’an dan al-Hadits.
BAB 6 BAIK DAN BURUK
Baik
adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sedangkan dalam Webster’s
New Twentieth century dictionary, dikatakan bahwa yang disebut baik adalah
sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian
dan seterusnya. Selanjutnya yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai
nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan. Yang baik
itu juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan sesuatu yang baik
dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang
atau bahagia. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa secara umum bahwa
yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan
dan yang menjadi tujuan manusia.
Beberapa
aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran akhlak tersebut dapat dikemukakan
secara ringkas sebagai berikut :
1.
Baik Buruk Menurut Aliran Adat-Isstiadat (Sosialisme)
Orang
yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat yang dipandang baik, dan orang yang
menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu
dihukum secara adat.
2.
Baik Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Perbuatan
yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan
kepuasan nafsu biologis.
Pada
tahap selanjutnya paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan
universal. Dampak dari kehidupan yang hedonistik ini sudah demikian parah,
karena semakin dipersubur dan didukung oleh keberhasilan pembangunan bidang
material yang kurang seimbang dengan pembangunan bidang spiritual dan moral.
3.
Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Perbuatan
baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati
nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. San sebaliknya perbuatan buruk
adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang buruk.
4.
Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Menurut
paham ini bahwa yang baik yang berguna. Orang tua yang sudah jompo misalnya
semakin kurang dihargai, karena secara material tidak asa lagi kegunaannya. Padahal
kedua orang tua tetap berguna untuk nasihat dan doanya serta kerelaannya. Nabi misalnya
menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang memberikan manfaat pada yang
lainnya. (HR Bukhari).
5.
Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut
paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.
6.
Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut
paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan, sedangkan perbuatan buruk asalah perbuatan yang tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan.
7.
Baik dan Buruk Menurut Paham evolusi (evolution)
Mereka yang
mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami
evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya.
Dikatakan
bahwa perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan-ketentuan berikut :
·
Ketentuan alam(swelwexction of naturew);
·
Perjuangan hidup (strungglew for lifwe);
·
Kekal bagi yang lebih pantas (survival for thwe fit
tewst);
Baik dan
buruk menurut ajaran islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
al-Qur’an dan al-Hadits. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik
misalnya al-Hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmusdah,
azizah dan al-birr.
BAB 7 KEBEBASAN, TANGGUNGJAWAB, DAN HATI NURANI
Kebebasan
mempunyai pengertian sebagaimana di kemukakan oleh Ahmad Charris Zubair yaitu
terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh
suatu paksaan dari atau ketertarikan kepada orang lain. Paham ini disebut paham
negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak ditentukan bebas
untuk apa. Seseorang disebut bebas apabila ;
(1) Dapat menentukan
sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang dilakukannya,
(2) Dapat
memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya,
(3) Tidak terpaksa
atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah
dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain, negara atau
kekuasaan apapun.
Misalnya keterbatasan
dalam menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan kita, keterbatasan
asal keturunan kita, bentuk tubuh kita, dan sebagainya.
Dilihat
dari sifatnya, kebebasan itu dapat dibagi tiga, pertama kebebasan
jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakan dan mempergunakan anggota badan yang
kita miliki. Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk
menghendaki sewsuatu. Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas
berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan, dan lain desakan
yang tidak sampai berupa paksaan fisik.
Dalam
rangka tanggungjawab itu, kebebasan mwengandung arti : (1) Kemampuan untuk
menentukan dirinya sendiri, (2) Kemampuan untuk bertanggungjawab (3) Kedewasaan
Manusia, (4) Keseluruhan konsdisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan hidupnya.
Hati
nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran
ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan
tidak suka kepada keburukan.
Karena
sifatnya yang dwemikian itu, maka hati nurani harus menjadi salah-satu sdasar
pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu
kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena
kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara
moral.
Dari
pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggungjawab, yaitu
bahwa kebebasan yang diperbuat itu secara hati nurani dan moral harus dapat dipertanggungjawabkan.
Di sinilah letak hubungan antara kebebasan, tanggungjawab, dan hati nurani.
Hubungan
kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani dengan akhlak, bahwa perbuatan baru
dapat dikategorikan sebagai perbuatan akhlak atau perbuatan yang dapat dinilai
berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan
paksaan dan bukan pula dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Untuk
mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian baru bisa terjadi
apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul dalam
dirinya sendiri.
BAB 8 HAK, KEWAJIBAN, DAN KEADILAN
Hak
dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat
mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Hak dapat diartikan wewenang atau
kekuasaan yang secara etis seseorang dapat menegerjakan, memiliki,
meninggalkan, mempergunakan atau menentukan sesuatu. Dari segi objek dan
hubungannya dengan akhlak, hak dapat dibagi menjadi 7 yaitu hak hidup, hak
mendapat perlakuan hukum, hak menegmbangkan keturunan, hak milik, hak mendapat
nama baik, hak kebebasan berfikir dan hak mendapat kebenaran.
Hak
merupakan wewenang bukan kekuatan maka ia merupakan tuntutan dan terhadap orang
lain hak itu menimbulkan kewajiban yaitu kewajiban terlaksananya hak-hak orang
lain.
Keadialan dapat dirtiakan sebagai
istilah yang digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap
tengah-tengah atas 2 perkara.
Hubungan hak, kewajiban,
keadilan
dengan akhlak, yaitu Akhlak
yang mendarah daging kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang
dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakan tanpa merasa berat. Dengan
terlaksananya hak, kewajiban dan keadialan akan tercipta perbuatan yang
akhlaki.
BAB 9 AKHLAK ISLAMI
Akhlak
islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging
dan sebenarnya didasarkan pada ajaran islam.
Dengan
kata lain akhlak islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya
nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai
universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mangakui nilai-nilai bersifat lokal
dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu.
Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam
itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah
(agama/islam) mencakup berbagai aspek, diantaranya :
(1)
Akhlak terhadap Allah
Dapat
diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia
sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut
memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki.
(2)
Akhlak terhadap sesama manusia
Banyak
sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan
melakukan hal-hal negatif melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan
jalan mencweritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar
atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti itu. (QS.
Al-Baqarah, 2:263)
(3)
Akhlak terhadap lingkungan
Pada
dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari
fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan
penciptaannya.
Dengan
demikian akhlak islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak
lainnya. Jika akhlak lainnya harus berbicara tentang hubungan dengan manusia,
maka akhlak islamipun berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang,
tumbuh-tumbuhan, air, udara, dan lain sebagainya. Dengan demikian,
masing-masing makhluk akan merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
BAB 10 PEMBENTUKAN AKHLAK
Apakah
akhlak itu bisa dibentuk atau tidak ? Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak
perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang
dibawa manusia sejak lahir. Maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun
tanpa dibentuk atau diusahakan. (ghair muktasabah).
Adapula
pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari didikan, latihan,
pembinaan, dan perjuangan keras, dan sungguh-sungguh.
Pembinaan
akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun islam. Rukun
islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya hanya
tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada
aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.
Selanjutnya
yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan
akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. (QS.
Al-Ankabut, 29:45)
Selanjutnya
dalam rukun islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak,
yaitu agar orang yang melakukannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir,
mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu
hak fakir miskin dan seterusnya.
Begitu
juga islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun islam yang keempat,
bukan hanya sekedar menahan diri sari makan dan minum dalam waktu yang
terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan
melakukan perbuatan keji yang dilarang.
Selanjutnya
rukun islam yang kelima asdalah ibadah haji. Dalam ibadah haji inipun
dinilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai
pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun islam lainnya.
Cara
lain yang dapat ditewmpuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan
sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.
Dalam
tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula
dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa.
Cara
lain yang tak kalah ampuhnya dari cara-cara di atas dalam hal pembinaan akhlak
ini adalah melalui keteladanan.
Selain
itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri
ini sebagai yang banyak kekurangannya daripada kelebihannya. Pembinaan akhlak
secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan
sasaran yang akan dibina.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan akhlak, pertama aliran Nativisme, kedua
aliran empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut
aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri
seseorang adalah faktor dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan,
bakat, akal, dan lain-lain. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi
batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya erat kaitannya dengan
pendapat aliran intuisisme dalam hal penentuan baik dan buruk.
Selanjutnya
menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
Aliran
konvergensi berpendapat pembinaan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu pembawaan watak si anak, ada faktor dari luar yaitu pendidikan dan
pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan
sosial. Aliran ini tampak sesuai dengan ajaran islam, yaitu pada QS. Al-Nahl,
16:78. Kesesuaian teori konvergasi tersebut juga sejalan dengan hadits Nabi.
“ Setiap
anak yang dilahirkan dalam keadaan (menbawa) fitrah (rasa ketuhanan, dan
kecenderungan kepada kebenaran), maka kesdua orang tuanyalah yang membentuk
anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Akhlak yang
mulia dapat bermanfaat :
1.
Memperkuat dan menyempurnakan agama
2.
Mempermudah perhitungan amal di akhirat.
3.
Menghilangkan kesulitan
4.
Selamat hidup di dunia dan akhirat.
BAB 11 ARTI, ASAL-USUL DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM
Dari
segi linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana,
rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun
pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya
masing-masing. Ada sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mensdefinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Jika
dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Dari sudut
pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang maka tasawuf dapat
diartikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari
ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepda Allah SWT. Sedangkan jika dari
sudut pandang manusia sebagai makhluk ber-Tuhan, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa
agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan
Tuhan.
Tasawuf
pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tercermin akhlak
yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan
yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar swelalu dekat dengan
Tuhan.
Sumber tasawuf :
(1)
Unsur Islam
(2)
Unsur luar islam
·
Unsur Masehi
·
Unsur Yunani
·
Unsur Hindu/Budha
·
Unsur Persia
Pertama bahwa kehidupan
kekal adalah kehidupan di akhirat nanti yang kebahagiaanya amat bergantung
kepada selamat rohani manusia dari perbuatan dosa dan pelanggaran.
Kedua bahwa kehidupan
yang hakiki dalam kehidupan di sdunia ini sebenarnya terletak pada ketenangan
batin yang dihasilkan dari kepercayaan dan ketundukan kepada Tuhan.
Ketiga bahwa dalam perjalanan
hisdupnya manusia akan sampai pada batas-batas di mana harta benda, seperti
tempat tinggal yang serba mewah, pakaian yang serba lux, dan lain sebagainya
tidak diperlukan lagi, yaitu pada saat usianya sudah lanjut yang ditandai
dengan melemahnya fisik, dan lain sebagainya. Pada saat seperti ini manusia
tidak ada jalan kecuali dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan, tempat ia
harus mempertanggungjawabkan amalnya.
Keempat dalam suasana kehidupan modern yang dibanjiri oleh
berbagai paham sekuler seperti materialisme (memuja materi), hedonisme
(mwemuja kepuasan nafsu), vitalisme (memuja kepwerkasaan), dan sebagainya,
sering menyeret manusia kepada kehidupan yang penuh persaingan, rakus, boros,
saling menerkam dan lain sebagainya.
Dengan
melihat sebagian kecil dari keuntungan yang ditawarkan oleh tasawuf ini, maka
tidak ada alasan untuk tidak menerima tasawuf sebagai bagian integral dari
ajaran islam, bahkan ia harus dilwetakkan pada barisan yang paling depan dalam
menyelamatkan kehidupan manusia dari bahaya kehancuran dan kesangsaraan di
sdunia dan akhirat.
BAB 12 MAQAMAT DAN AHWAL
Maqamat berasal dari
bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini
selanjtnya digunakan sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada dekat dengan Allah.
Banyak para sufi
yang menggolongkan maqamat kedalam beberapa tingkatan, namun ada tingkatan
maqamat yang telah disepakati oleh para sufi, tingkatan tersebut yaitu :
(1)
Al-Zuhud
Secara
harfiah al-Zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian.
(2)
Al-Taubah
Berasal dari
bahasa Arab taba, yatubu, taubatan, yang artinya kembali. Sedangkan
taubat yang dimaksusd oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa
dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi
perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
(3)
Al-Wara
Secara
harfiah al-wara artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa,
menjauhi hal-hal yang tidak baik.
(4)
Kefakiran
Menurut
para sufi kefakiran adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada
kita.
(5)
Sabar
Secara
harfiah berarti tabah hati. Menurut Zun al-nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi
tenang ketika mendapat cobaan dan menampakan sikap cukup walaupun sebenarnya
kefakiran di dalam hal ekonominya.
(6)
Tawakkal
Secara
harfiah, menyerahkan diri.
(7)
Kerelaan
Secara
harfiah ridla, artinya rela, ikhlas, suka, senang,.
Hal menurut
Harun Nasution merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan
sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut dengan hal adalah
takut (al-Khauf), rendah hati (al-tawadlu), patuh (al-Taqwa),
ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman (al-uns), gembira hati (al-Wajsd),
berterimakasih (al-Syukr).
BAB 13 MAHABBAH
Mahabah berasal dari kata ahabba, yuhibbu,
mahabatan yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam. Mahabah juga diartikan sebagai suatu
keadaan jiwa yang hanya mencintai Tuhan, tidak ada yang lainnya yang
dicintainya. Paham ini dibawa oleh Rabi’ah Al-Adawiyah. Harun
Nasution mengatakan ada tiga alat untuk berhubungan dengan Tuhan yaitu Al-qalbu
(hati sanubari) sebagai alat-alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh
sebagai alat mencintai Tuhan dan Sir untuk melihat Tuhan.
BAB 14 MA’RIFAH
Ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan.Ma’rifah artinya
pengetahuan atau pengalaman. Dalam
arti sufistik ma’rifah diartiakan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui
hati sanubari. Alat yang digunakan
untuk mencapai ma’rifah yaitu qalb karena selain untuk merasa juga alat untuk
berfikir. Tokoh yang
mengembangkan ma’rifah yaitu Al-Ghazali dan Zun Al-nun al-misri. Menutut
al-Quran dan hadis Ma’rifah memberi petunjuk bahwa Allah dapat dikenal manusia
caranya dengan mngenal dan meneliti ciptaannya, jadi ma’rifah tidak
bertentangan dengan ajaran islam.
BAB 15 AL-FANA, AL-BAQA DAN ITTIHAD
Fana adalah
lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak tercela.Kebodohan dan perbuatan maksiat
dari diri manusia, sedangkan baqa adalah sifat-sifat ketuhanan, akhlak terpuji,
ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Untuk mencapai baqa
ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir, ibadah dan
menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji .
Orang yang
pertama memperkenalkan faham fana dan baqa ini adalah Abu Yazid Al-Bustomi. Dan
ittihad adalah suatu faham yang menyatakan bahwa Tuhan dan manusia dapat
mencapai kesatuan rohaniah setelah manusia melenyapakan sifat-sifat dirinya,
akhlak yang buruk dan dosa (fana). Paham
ini juga dibawa oleh Abu Yazid Al-Bustomi.
BAB 16 AL-HULUL
Halul adalah suatu
faham yang menyatakan bahwa Tuhan dapat mengambil tempat pada diri manusia. Paham in dibawa oleh Al-Hallaj. Hulul terjadi apabila manusia
terlebih dahulu melenyapkan sifat-sifat negatif, dosa dan kemanusiaanya secara
fisik (fana). Dalam faham Al-Hulul yang dikemukakan Al-Hallaj ada dua hal yang
perlu dicatat yaitu pertama bahwa paham al-hulul merupakan pengembangan atau
bentuk lain dari faham mahabbah sebagaimana disebutkan dibawa Robiah Al-Adawiyah., kedua
al-hulul mengambarkan adanya Ittihad atau kesatuan rohaniah dengan Tuhan.
BAB 17 WAHDAT AL-WUJUD
Wahdat al-wujud adalah
ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat
artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud berarti ada. Dengan
demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud.
Pengertian
wahdatul wujud yang terakhir yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu
paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam
paham wahdat al-wujud, nasut yang ada dalam hululdirubah menjadi khalq (makhluk)
dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua
aspek bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang
disebelah luar disebut haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini
merupakan padanan kata al-‘arads (accident) dan al-jauhar
(substance) dan al-zahir (lahir-luar-tampak), dan al-batihin
(ada, tidak tampak).
Menurut paham
ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al-khalq
(makhluk) al-‘arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak),
dan aspek dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar
(Substance-hakikat), dan al-Bathin (dalam).
Paham wahdatul
wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun
1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di
sana ia masuk alisan sufi. Di tahun 1202 M, ia pergi ke Mekkah dan meninggal di
damasskus di tahun 1240 M. Selain sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis
yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya menurut perhitungan mencapai lebih
dari 200, diantaranya ada yang hanya 10 halaman, tetapi ada juga yang merupakan
ensiklopesdia tentang sufisme seperti kitab Futuhah al-Makkah.
BAB 18 INSAN KAMIL
Insan
kamil berasal dari kata insan dan kamil, secara harfiah insan artinya manusia
dan kamil artinya sempurna. Jadi
insan kamil artinya manusia yang sempurna. Insan
kamil juga berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga
dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan Allah serta dengan
makhluk lainnya secara benar menurut akhlak islami.
Ciri-ciri Insan Kamil,
diantaranya :
1.
Berfungsi
akalnya secara optimal
2.
Berfungsi
intuisinya
3.
Mampu
menciptakan budaya
4.
Menghiasi
diri dengan sifat-sifat ketuhanan
5.
Berakhlak
mulia serta berjiwa seimbang
BAB 19 TARIKAT
Dari segi bahasa tarikat berasal dari bahasa arab
thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Tarikat pada
mulanya merupakan jalan yang ditempuh oleh seorang sufi untuk mencapai tingkat
mukasyafah (terbukanya tabir pemisahantara manusia dengan Tuhan), tetapi
menjadi suatu istilah yang menggambarkan
kehidupan tasawuf sebagai sebuah lembaga yang memiliki sistem wirid,
guru, tata tertib dan lainya.
Tata cara
pelaksanaan tarikat yaitu dzikir (ingat yang terus menerus kepada Allah dalam
hati serta menyebut namanya), ratib (mengucap lafal la ilaha illallah dengan
gaya gerak dan irama tertentu), munzik (membacakan wirid dan syair tertentu
diiringi bunyi-bunyian seperti rebana), menari (gerak yang dilakukan mengiringi
wirid dan bacaan tertentu untuk menimbulkan kehidmatan), bernafas (mengatur
cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu).
BAB 20 PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN DAN PERLUNYA AKHLAK
TASAWUF
Secara harfiah Pengertian
masyarakat modern berarti
suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan
tertentu yang bersifat mutakhir. Ciri-ciri modern ini yakni bersifat rasional,
berfikir untuk masa depan, menghargai waktu, bersifat terbuka, berfikir
objektif dsb.
Problematika masyarakat modern, yaitu
:
1.
Disintegrasi
ilmu pengetahuan, yaitu masing-masing ilmu pengetahuan memiliki cara pandangnya
sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.
Kepribadian
yang terpecah
3.
Penyalahgunaan
IPTEK
4.
Pendangkalan
iman
5.
Pola
hubungan materialistic
6.
Menghalalkan
segala cara
7.
Stress
dan frustasi
8.
Kehilangan
harga diri dan masa depannya.
0 komentar:
Post a Comment