Wednesday 26 December 2012

Ulumul Quran


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya
mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad SAW masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Mengenai mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar orang-orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab turun  al-Qur’an itu tidak berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur’an itu telah masuk dalam ruang lingkup sejarah. Di antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam memberikan arti  ayat-ayat al-Qur’an.
Imam al-Wahidi menyatakan; tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan.
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat, mereka segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari al-Qur’an tentang “Asbabun Nuzul”.
Dalam hal ini kelomok kami mencoba menuangkan dalam bentuk makalah yang berjudul “ASBABUN NUZUL” dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah keimanan dan keilmuan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.
1.2 Tujuan
            Dalam makalah ini kami menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan Asbabun Nuzul. Penyusunan makalah ini bertujuan, diantaranya :
·         Mempelajari sebab-sebab turunnya al-Qur’an secara mendetail.
·         Mengetahui sejarah sebab-sebab turunnya al-Qur’an, sehingga dapat bercermin dari kejadian-kejadian sebelumnya telah terjadi, yang di ceritakan di dalam Al-Qur’an agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dikehidupan mendatang.
·         Mengaplikasikan dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam asbabun nuzul sehingga dapat menjadikan amalan sunnah.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul
Secara etimologis, asbabun nuzul ayat itu berarti sebab-sebab turun ayat. Dalam pengertian sederhana turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak turun. Sedangkan menurut Subhi Shalih misalnya menta’rifkan (ma’na) sababun nuzul ialah:
ما نزلة الأية او الآيات بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو مبينة لحكمه زمن وقوعه.
“Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya; pada masa terjadinya peristiwa itu.”
Yakni, sesuatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW, atau sesuatu pertanyaan yang dihdapkan kepada Nabi dan turunlah suatu atau beberapa ayat dari Allah SWT yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan jawaban pertanyaan itu baik peristiwa itu merupakan pertengkaran, ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Sementara itu, ada beberapa pengertian lain tentang asbabun nuzul. Dimana kata “sabab” telah menjadi bahasa Indonesia, sedangkan sabab nuzul artinya sebab turunnya al-Quran. Menurut terminologi, sabab nuzul mempunyai pengertian sebagai berikut :
Apa-apa yang diturunkan dalam al-Quran berupa jawaban atau keterangan mengenai persoalan maupun peristiwa. As-Suyuthi mengemukakan bahwa : Sabab nuzul merupakan perkara mengenai turunnya ayat al-Quran yang didapat dari sahabat-sahabat nabi dengan syarat-syarat tertentu yang diambil berdasarkan keputusan (sahih dan tidaknya). Dalam pengertian tersebut ada beberpa point yang jelas seperti riwayat sahabat yang te;ah dinyatakan kebenarannya, jawaban atas pertanyaan, peristiwa yang berkaitan dengan turunnya ayat. Maka Dr. Subhi Shaleh mengemukakan bahwa pengertian sabab nuzul adalah ”Suatu perkara yang menyebabkan turunnya ayat baik berupa jawaban, atau sebagai penjelasan yang diturunkan  pada waktu terjadinya suatu perkara”.
Definisi yang dikemukakan ini dan yang diistilahi, menghendaki supaya  ayat-ayat Al-Qur’an, dibagi dua:
  1. Ayat yang ada sebab nuzulnya.
  2. Ayat yang tidak ada sebab nuzulnya.
Memang demikianlah ayat-ayat al-Qur’an. Ada yang diturunkan tanpa didahului oleh sesuatu sebab dan ada yang diturunkan sesudah didahului sebab. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan. Karena timbul suatu peristiwa dan kejadian. Oleh karena itu, tujuan studi al-Qur’an mencakup beberapa permasalahan yang hendaknya harus dipelajari bukan saja masalah asbabun nuzul. Tetapi juga mempelajari masalah bagaimana cara membaca al-Qur’an, bagaimana tafsirnya dan juga tidak kalah penting masalah nasakh dan mansukh.
Pembahasan dimensi sejarah dan kisah-kisah al-Qur’an ini tidak dimaksudkan untuk mempelajari makna historis kisah-kisah al-Qur’an. Namun di sini akan mencoba mengungkapkan nilai historis sejarah turunnya suatu ayat. Ada perselisihan pendapat di antara ulama tafsir, pada ungkapan sahabat: “Turunnya ayat ini dalam kasus begini”. Apakah pengertian ini masuk dalam musnad yakni sesuai bila disebutkan dengan tegas, bahwa turunnya ayat ini berkaitaan erat dengan kasus tersebut. Jadi masalah mempelajari turunnya suatu ayat bukan hanya dipahami sebagai doktrin normatif semata, tetapi juga harus dapat dikembangkan menjadi konsepsi operatif.
2.2 Latar Belakang Turunnya Ayat al-Quran
Di antara sekian banyak aspek yang banyak memberikan peran dalam menggali dan memahami makna-makna ayat al-Qur’an ialah mengetahui sebab turunnya. Oleh karena itu, mengetahui asbabun nuzul menjadi objek perhatian para ulama. Bahkan segolongan diantara mereka ada yang mengklarifikasikan dalam suatu naskah, seperti Ali Al-Maidienie, guru besar imam Bukhari.
Dari sekian banyak kitab dalam masalah ini, yang paling terkenal ialah: karangan Al-Wahidie, Ibnu Hajar dan As-Sayuthi. Dan As-Sayuthi telah menyusun dalam suatu kitab besar dengan judul “Lubaabun Nuquul fie Asbabin Nuzul”.
Boleh dikata, untuk mengetahui secara mendetail tentang aneka corak ilmu-ilmu al-Qur’an serta pemahamannya, tidak mungkin dicapai tanpa mengetahui asbabun nuzul.
2.3 Macam-macam Asbabun Nuzul
Telah terjadi ketika turunnya Al-Qur’an yang merupakan suatu pertanyaan yang ditunjukan kepada Rasulullah SAW, dengan hal tersebut, maka turunlah ayat, sebagai penjelasan atas kejadian atau jawaban atas pertanyaan.
Pertama : Turunnya Al-Qur’an merupakan suatu kejadian tertentu, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas r.a, ketika turunnya ayat (dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat) as-Syua’aro : 214 (وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ).
Kedua : diturunkan Al-Qur’an merupakan sebab atas terjadinya suatu yang munkar. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Wahidi, diriwayatkan dari Atha’ dari Abu Abdurahman, berkata ia : suatu hari Abdurahman bin A’uf membuat makanan, minuman, dan memanggil beberapa kawan-kawan, untuk itu, kemudian datanglah waktu shalat maghrib, maka shalatlah mereka dengan imam, dengan membaca surat al-Kafirun ( tidak membaca La dalam la’abudu dalam ayat itu ), maka turunlah firman Allah ( wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kamu sekalian mabuk, hingga kalian mengetahui apa yang kalian katakan ). Dalam surat An-Nisa’ : 43, demikian diturunkan ayat itu, karena shalat adalah ibadah yang suci, maka tidak pantas bagi seorang yang akil-balig mendatangi Allah dalam beribadah, dalam keadaan mabuk dan hilang akal.

2.4 Faedah Mempelajari Asbab Nuzul
Pertama : Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa karena sayangnya kepada umat.
Kedua : Membantu dan mempermudah pemaham ayat-ayat Al-Qur’an dengan pemahaman benar, dan menghilangkan segala bentuk keraguan, karena tidak mungkin seseorang bisa memahami hukum dengan benar kecuali setelah mengetahui asbab nuzulnya.
Ketiga : Faedah yang lain, adalah untuk mengkhususkan ( membatasi ) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum itu dinyatakan dengan bentuk yang khusus.
Keempat : Faedah asbab nuzul yang lain, penjelasan hukum baru. Contoh tentang niat menjadi syarat landasan diberikannya pahala. Sebagaimana turunnya firman Allah SWT, An-Nisa : 100
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللهِ يَجِدْ فِي اْلأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَكَانَ اللهُ غُفُورَا رَّحِيمًا
Kelima : sebagai tanggapan atas suatu peristiwa. Misalnya peristiwa terjadi kemudian al-Quran diturunkan sesuai dengan perkara tersebut. Seperti dalam hadis :
Ibnu Abbas berkata : ketika diturunkannya ayat QS as-Syura : 214 : Rasulullah keluar menuju bukit Shafa, dan memanggil mereka : Ya shabahaah : maka mereka berkumpul kepadanya lalu beliau berkata : Apakah pendapat kalian seandainya aku beritahukan pada kalian bahwa seekor keledai telah keluar dari belakang gunung ini apakah kalian percaya padaku? Mereka berkata : Kami tidak pernah melihat Anda berbohong? Beliau berkata lagi : Sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian bahwa ( Allah akan memberikan ) ditanganku adzab yang pedih. Lalu Abu Lahab berkata : Celakalah engkau, apakah untuk ini kemu kumpulkan kami? Kemudian beliau berdiri, maka turunlah QS al-Lahab : 1-5. (HR. Bukhari Muslim dll)
Keenam : Bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal maka turun al-Quran menjelaskan hukum tersebut, sebagai keterangan mengenai hukum yang dipakai dalam syariat hukum Islam, dan upaya menjaga keshahihan hukum. Seperti halnya Khaulah binti Tsa’labah ketika suaminya melakukan dhahir ( menyerupakan ibunya ) Aus bin Shamit :
Dari Aisyah berkata : Mulialah yang luas pendengaranNya terhadap segala sesuatu, sesungguhnya aku mendengar perkataan Khaulah binti Tsa’labah dan ia menyembunyikan terhadap yang lain, dan ia mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah saw. ia berkata : Wahai Rasulullah, ia telah menghabisi keperawananku dan perutku telah membuncit dan ketika aku telah besar dan anakku telah putus ( lahir ) ia mendhahirku! Semoga Allah membenarkan apa yang aku laporkan ini, ia berkata : tidak begitu lama turun ayat : Qad samiallaahul latii tujadiluka fii zaujihaa.. dia yaitu Aus bin Shamit ( HR Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim dan Hakim, Mardawiyah dan Baihaqi)
Ketujuh : Sebagai takhsis atau pengkhususan bila ayat tersebut berbentuk umum, pada saat mereka melihat kekhususan yang menjelaskan keumuman lafadz. Hal ini masalah khilafiyah. Contohnya firman Allah QS. Ali Imran : 188 :


“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”.
Kedelapan : sebagai rujukan resmi dari Rasul, bila lafadznya aam dan Hadis menyatakan kekhasannya maka pengetahuan sabab ini memperpendek takhsis itu, yang telah digambarkan, dan tidak sah pengeluarannya ( ijtihad ), karena penjelasan mengenai takhsis aam bersifat qathie, maka tidak boleh diperluas dengan ijtihad karena ijtihad bersifat dzannie (spekulatif). Ini pendapat para jumhur. Contohnya QS An-Nuur : 23-25 :
الدُّنْيَا فِي لُعِنُوا الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُحْصَنَاتِ يَرْمُونَ الَّذِينَ إِنَّ
                                       .عَظِيمٌ عَذَابٌ وَلَهُمْ وَالآخِرَةِ
   .يَعْمَلُونَاكَانُوبِمَا وَأَرْجُلُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ عَلَيْهِمْ تَشْهَدُ يَوْمَ
.الْمُبِينُ الْحَقُّ هُوَ اللَّهَ أَنَّ وَيَعْلَمُونَ الْحَقَّ دِينَهُمُ اللَّهُ يُوَفِّيهِمُ يَوْمَئِذٍ
“ Sesngguhnya orang yang menuduh (berzina) perempuan baik yang tidak tahu menahu dan beriman, mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka mengenai apa yang telah mereka kerjakan dulu. Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan setimpal menurut yang semestinya, dan tahulah, mereka bahwa Allah lah Yang benar, lagi Yang menjelaskan segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya”. (QS An-Nur 24 : 23-25)
Kesembilan : Asbabun Nuzul sebagai penjelasan kepada siapa ayat itu ditujukan. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS al-Ahqaf : 17 :
“Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu belaka".
2.5 Beberapa Riwayat Mengenai Asbabun Nuzul
            Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut :
·         Apabila bentuk-bentuk redaksi ayat tersebut tidak tegas, seperti : “ Ayat ini turun mengenai urusan ini”,  atau “ Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka diantara hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu; sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk kedalam makna ayat dan disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.
·         Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat tersbut tidak tegas, misalnya “ Ayat ini turun mengenai urusan ini “; sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas; dan riwayat yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat. Contohnya adalah riwayat tentang sebab nuzul firman Allah :
Istri-istrimu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki”. (al-Baqarah:223)
Dari Nafi’ disebutkan : “Pada suatu hari aku membaca (Istri-istrimu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam), maka kata Ibn Umar : “ Tahukah engkau mengenai apa ayat ini turun?” Aku menjawab :  “ Tidak “. Ia berkata : ‘ Ayat ini turun mengenai persoalan mendatangi istri dari belakang.” Bentuk redaksi riwayat dari Ibn Umar ini tidak dengan tegas menunjukkan sebab nuzul. Sementara itu terdapat riwayat yang secara tegas menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Melalui Jabir dikatakan : “Orang-orang Yahudi berkata : “Apabila seorang laki-laki mendatangi istrinya dari belakang, maka anaknya nanti akan bermata juling.” Maka turunlah ayat (Istri-istrimu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki)”, Maka Jabir inlah yang dijadikan sebagai pegangan, karena ucapannya inilah merupakan pernyataan tegas tentang sebab nuzul. Sedang ucapan Ibn Umar, tidakalah demikian; karena itulah ia dipandang sebagai kesimpulan atau penafsiran.
·           Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang satu riwayat diantaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan itu riwayat yang sahih.  Misalnya yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan ahli hadis lainnya, dari Jundub al-Bajali :
“ Nabi menderita sakit, hingga dua atau tiga malam tidak bangun malam. Kemudian datanglah seorang perempuan kepadanya dan berkata : “ Muhammad, kurasa setanmu telah meninggalkanmu; selama dua tiga malam ini sudah tidak mendekatimu lagi”. Maka Allah menurunkan firman ini ( Demi waktu duha; dan demi malam apabila telah sunyi; Tuhanmu meninggalkanmu dan tidaklah benci kepadamu).”
                        Sementara itu, Tabrani dan Ibn Abi Syaibah meriwayatkan, dari Hafs bin Maisarah, dari ibunya, dari budak perempuannya pembantu Rasulullah :
                        “Bahwa seekor anak anjing telah masuk ke dalam rumah nabi, lalu mausk ke kolong tempat tidur dan mati. Karenanya selama empat hari tidak turun wahyu kepadanya. Nabi berkata : “Khaulah, apa yang terjadi di rumah Rasulullah ini? Sehingga Jibril tidak datang kepadaku!” dalam hati aku berkata : ‘ Alangkah baiknya andai aku membenahi rumah ini dan menyapunya’. Lalu aku menyapu kolong tempat tidurnya, maka aku keluarkan seekor anak anjing. Lalu datanglah nabi sedang janggutnya bergetar. Apabila turun wahyu kepadanya ia tergetar. Maka Allah menurunkan ( Demi waktu duha )  sampai dengan ( sampai hatimu menjadi puas )”.
                        Ibnu Hajar dalam Syarah Bukhari berkata : “ Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak aning itu cukup mashyur. Tetapi bahwa kisah itu dijadkan sebagai sebab turun ayat adalah suatu hal yang ganjil ( garib ). Dalam isnad hadis itu terdapat orang yang tidak dikenal. Maka yang menjadi pegangan adalah riwayat dalam Sahih Bukhari dan Muslim.
·           Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama sahih namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu itu lebih sahih, maka riwayat yang kuat itu yang didahulukan. Contohnya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibn Mas’ud yang mengatakan :
“ aku berjalan dengan nabi di Madinah. Ia berpegang pada tongkat dari pelepah pohon kurma. Dan ketika melewati serombongan oarng-orang Yahudi, seseorang diantara mereka berkata, ‘lalu mereka menanyakan : “Ceritakan kepada kami tentang roh”, Nabi berdiri sejenak dan mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu tengah turun kepadanya. Wahtu itu turun hingga selesai. Kemudian ia berkata : (“Katakanlah : roh itu termasuk urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi pengetahuanmelainkan sedikit).” ( al-Isra’:85).
·           Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin; hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab-sebab itu berdekatan. Misalnya, “Dan orang yang menuduh istrinya berbuat zina...”(an-Nur:6-9). Bukhari, Tirmidzi, dan Ibn Majah meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ayat tersebut turun mengenai Hilal bin Umayah yang menuduh istrinya telah berbuat serong dengan Syuraik bin Sahma’, dihadapan Nabi, seperti telah kami sebutkan diatas.
·           Bila riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian dibawa kepada atau dipandang sebagai banyak dan berulangnya nuzul. Ringkasnya, bila sebab nuzul sesuatu ayat itu banyak, maka terkadang semuanya tidak tegas, terkadang pula semuanya tegas dan terkadang sebagiannya tidak tegas sedang sebagian lainnya tegas dalam menunjukkan sebab :
A.    Apabila semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk membawanya kepada atau dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat.
B.     Apabila sebagian tidak tegas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas.
C.     Apabila semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa salah satunya sahih atau semuanya sahih. Apabila salah satunya sahih sedang yang lain tidak, maka yang sahih itulah yang menjadi pegangan.
D.    Apabila semuanya sahih, maka dilakukan pentarjihan bila mungkin.
E.     Bila tidak mungkin dengan pilihan demikian, maka dipadukan bila mungkin.
F.      Bila tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat itu dalam setiap riwayat terdapat keterangan.
BAB III
P E N U T U P
 3.1 Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantaraan Malikat Jibril As. disampaikan secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Al-Qur’an yang memiliki cita-cita para Nabi, dan menguraikan masalah hukum-hukum dan lain-lain ternyata ayat tersebut memiliki kekhasan tersendiri, di antaranya:
a.       Masalah asbabun nuzul ayat yaitu sebab-sebab ayat-ayat al-Qur’an diturunkan.
b.      Adapun asbabun nuzul mempunyai ruang lingkup pembahasan yang berkaitan langsung dengan peristiwa diturunkannya ayat al-Qur’an terutama dalam hubungan peristiwa dan ungkapan kata, baik teks ayat, maupun redaksi ayat.
Asbabun nuzul juga mengungkapkan ilmu tentang turunnya ayat-ayat al-Qur’an dimana para ulama berpedoman langsung kepada riwayat yang shahih yang berasal dari Nabi Saw atau dari shabat sejak zaman tarikh Islam klasik yang berisikan kisah-kisah nuzulnya ayat mengenai asbabun nuzulnya suatu ayat terkadang para ulama telah terjadi perbedaan pendapat, misalnya:
a.       Apabila bentuk-bentuk redaksi ayat itu tidak tegas, seperti “Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini” maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi.
b.      Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti “Ayat ini turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang termasuk di dalam hukum ayat.
c.       Para perawi dan kita sekarang dapat membaca dan meneliti keabsahan berita tentang turunnya ayat-ayat al-Qur’an itu, dan dengan demikian dapat memahami al-Qur’an dengan baik. Itulah urgensinya mengetahui asbabun nuzul.

3.2 Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah ini pembaca diharapkan dapat mengetahui bagaimana sejarah al-Qur’an diturunkan, sehingga kita dapat mempelajari dan memahami agar tidak terulang di kehidupan yang akan datang.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan makalah ini demi perbaikan di masa yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA
 Al-Aththar, Dawud, Dr., Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, Pengantar DR. M. Quraish Shihab, Beirut, Pustaka Hidayah, 1979.
 Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antarnusa, Pustaka Islamiyah, 1973.
 Ash-Shabunie, Moh. Ali, Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Surabaya, Al-Ikhlas, 1983.
 Ash-Shidieqy, T. M. Hasbi, Prof., Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Jakarta, Bulan Bintang, 1973.
 As-Shalih, Subhi, Dr., Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Beirut, Pustaka Firdaus, 1985.
 Athaillah, A., Sejarah Al-Qur’an dan Verifikasi Tentang Otentitas Al-Qur’an, Banjarmasin, Antasari Press, 2007.
 Bakar, Rohadi Abu, Asbabun Nuzul (Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an), Semarang, Wicaksana, 1986.
 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Al-Qur’an, 1997.
 Hadits Riwayat Bukhari dan lainnya, h. 15.
Hamid, Shalahuddin, MA., Drs., Study Ulumul Quran, Jakarta Selatam : Intimedia Cipta Nusantara.
 Hasan, Muhammad Tholhah, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Jakarta, Lantabora Press, 2005.
 Khalafullah, Muhammad A., Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah Seni, Sastra dan Moralitas dalam Kisah-Kisah Al-Qur’an, Jakarta, Paramadina, 2002.
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-IlmuQur’an. Jakarta. Pustaka Litera AntarNusa. 2006.
 Mudzhar, M. Atho, Dr., H., Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
 Syafi’i, Rachmat, MA., Prof. DR. H., Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung, Pustaka Setia, 1973.
 Syaitut, Mahmud, Al-Islam‘Aqidah wa Syari’ah, h. 14.


0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Catatan Informatika