BAB V PEMBAHASAN
Gambar.1 Reaksi
Asam Askorbat dengan Iodium
|
Pada suasana asam (pH sekitar 2) reaks tersebut
berlangsung cukup cepat sehingga bisa diaplikasikan untuk analisis. Larutan
standar iodin dan pati (amilum) sebagai indikator dapat digunakan untuk titrasi
penentuan kadar asam askorbat dalam suatu sampel dengan cara Titrasi Redoks
(Reduksi Oksidasi) dengan metode Iodometri. Prinsip yang digunakan dalam reaksi
yang terlibat adalah reaksi redoks.
Istilah oksidasi mengacu
pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi. Berarti
proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami
penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung
bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator – reduktor
mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. (Khopkar,2003) Oksidator
lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.
Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor
yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah Kalium Iodida, ion titanium
(III), ion besi (II), dan ion vanadium (II). Cara titrasi redoks yang
menggunakan larutan iodium sebagai peniter disebut Iodimetri, sedangkan yang
menggunakan larutan iodida sebagai peniter disebut Iodometri. (Rivai, 1995)
Pada
titrasi Iodimetri, dasar penentuan jumlah/kadar ion atau unsur tertentu dalam
cuplikan adalah jumlah I2 yang dapat direduksinya. Jadi pada
Iodimetri, larutan bakunya adalah larutan I2.
I2
atau Iodium adalah zat padat yang sangat mudah menguap dan agak sukar larut
dalam air. Kelarutan I2 dalam air = 0,335 gram dan larutan jenuh ini
terlalu encer sehingga dapat digunakan sebagai larutan baku. I2
ternyata jauh lebih mudah larut dalam larutan KI dan ini disebabkan oleh
terjadinya :
I2 + I- ↔ I3-
Karena itu larutan baku I2 dibuat
dengan melarutkan I2 dalam larutan KI. Sebagai pengoksid larutan I2
yang sebenarnya adalah larutan I3- yang akan mengalami
reaksi reduksi :
I3- + 2e- ↔ 3I-
Reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi
reduksi larutan I2 dalam KI tetap ditulis, agar lebih sederhana,
sebagai reaksi reduksi terhadap I2 saja. Meskipun demikian masih ada
satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu tentang harga E0 atau
potensial elektroda standarnya. Menurut tabel, untuk reaksi :
I2 + 2e- ↔ 2I- harga E0 =
0,5345 Volt
Padahal reaksi reduksi terhadap larutan I2
dalam KI meskipun ditulis dengan reaksi yang sama sperti pada reaksi tertulis
ditabel, reaksi yang sebenarnya bukan ini. Jadi harga E0 nya juga
harus berbeda dengan apa yang tercantum pada tabel. Menurut penelitian harga E0
untuk reaksi reduksi terhadap larutan I2 dalam KI = 0,5355 volt.
Jadi pada Iodimetri, secara teoritis, ion-ion
yang dapat ditentukan kadarnya adalah ion bentuk tereduksi yang mempunyai
potensial yang agak lebih kecil dari 0,5355 volt. Maka ion-ion yang dapat
ditentukan dengan titrasi metode ini adalah ion Fe(CN)64-,
Cu+, Sn2+, Ti3+, dan ion-ion bentuk tereduksi
yang berpotensial elektroda lebih kecil dari 0,5355 volt.
Titrasi
pada Iodimetri tidak menggunakan indikator, tetapi karena warnanya dalam
keadaan encer sangat lemah, maka pada titrasi ini diperlukan indikator.
Indikator yang digunakan adalah larutan kanji (amilum). Kanji atau amilum
dengan I2 akan beraksi dan reaksinya adalah reaksi yang dapat balik
:
I2 + amilum ↔ Kompleks Iod-amilum Biru Tua
Kompleks iod amilum ini adalah senyawa yang
agak sukar larut dalam air sehingga pada reaksi ini I2 tinggi,
kesetimbangan akan terletak jauh depan. Akibatnya pada titrasi I2
“hilang” karena tereduksi, kesetimbangan tidak segera kembali bergeser ke arah
kiri, warna komplek Iod amilum agak sukar hilang. Pada Iodimetri penggunaan
indikator ini, karena setiap saat sepanjang titrasi I2 dalam larutan
reaksi kecil bahkan sebelum TE dicapai prkatis = 0, maka larutan indikator
dapat ditambahkan dari sejak awal titrasi artinya larutan indikator ditambahkan
sebelum titrasi dimulai. Sedangkan pada titrasi Iodometri, karena I2
diawal titrasi sangat besar, maka larutan indikator tidak dapat ditambahkan
diawal titrasi. Larutan indikator ditambahkan pada saat menjelang TE dicapai,
yaitu pada saat I2 cukup kecil.
(Sudjana,
1972)
Gambar.2 Perubahan
Warna yang Terjadi Pada Saat Titrasi
|
Titrasi dilakukan duplo (2 kali), agar
mendapatkan volume rata-rata yang dapat meminimalisasi kesalahan pada titrasi.
Setelah dilakukan perhitungan pada sampel H, didapatkan kadar vitamin c pada
sampel adalah 8,10 x 10-6 %. Kadar vitamin c yang didapat pada sampel tersebut berbeda dari komposisi
yang tertera pada label produk sampel, yaitu kandungan vitamin c nya adalah 20%. Hal ini disebabkan karena :
·
Kesalahan pada saat pelarutan. Sampel vitamin c yang digerus
kurang halus, sehingga pada saat pelarutan, sampel tidak terlarut dengan
sempurna. Selain itu proses pelarutan tidak menggunakan batang pengaduk tetapi
menggunakan spatula. Hal tersebut mengakibatkan sampel yang sudah terukur
ketika proses penimbangan akan menjadi berkurang, karena pada proses
penyaringan bagian sampel yang masih kasar tidak lolos atau tidak tersaring.
·
Proses titrasi terlalu lambat, sehingga memungkinkan
adanya Iodium (I2) yang menguap, yang menyebabkan jumlah iodium berkurang dari yang seharusnya.
Hal tersebut dapat berakibat pada kesalahan dalam pengamatan dan perhitungan.
·
Vitamin C yang terkandung di dalam sampel tidak hanya
mengandung vitamin C, tetapi juga mengandung karbohidrat (pati) yang berfungsi
sebagai pemadat. Oleh karena itu, tidak mengandung 100% vitamin C.
Kandungan vitamin C juga akan
semakin menurun jika terlalu lama disimpan.
·
Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya maupun
udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang (Helmiyesi et al, 2008). Proses kerusakan atau penurunan
vitamin C ini disebut oksidasi.
BAB VI KESIMPULAN
Setelah dilakukannya penentuan kadar vitamin c, pada
sampel H, didapatkan kadar vitamin c yang berbeda jauh dari kadar yang tertera
pada kemasan, yaitu 8,10 x 10-6 %, sedangkan kandungan vitamin C yang tertera pada kemasan,
yaitu 20%.
BAB VII DAFTAR
PUSTAKA
Helmiyesi,
Hastuti R.B., Prihastanti E. 2008. Pengaruh
lama penyimpanan terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus
nobilis var. microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi
16:33-37.
Khopkar, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta.
Sudjana, Moch. 1972. Kimia Analitik. Koprasi Warga Sekolah Analis
Kimia. Bandung.
Sumarna, A. 2004. Pengantar Kimia Analisis II (TITRIMETRI).
Pusdiklat. Bogor.
0 komentar:
Post a Comment