Tuesday 18 September 2012

Kimia Zat Warna



OPTIMALISASI CELUPAN EKSTRAK DAUN MANGGA
PADA KAIN KATUN DENGAN LARUTAN FIXER YANG BERBEDA

ABSTRAK
Pewarna yang sering digunakan untuk mewarnai kain umumnya menggunakan pewarna tekstil sintetik yang berbahaya bagi lingkungan maupun bagi penggunanya, meskipun pewarna tekstil sintetik memiliki warna yang sangat bervariasi. Untuk itu kembali lagi ke zaman dahulu, yaitu penggunaan pewarna alam yang diekstrak dari berbagai macam tumbuhan maupun hewan, yang merupakan zat warna yang ramah lingkungan, tidak berbahaya bagi pengguna dan bernilai ekonomis tinggi. Ekstrak daun mangga adalah jenis zwa yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun mangga (Mangifera indica LINN) pada proses perebusan. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun memberikan arah warna yang khas, indah, natural dan sulit untuk ditiru oleh zat warna sintetis. 


Namun ada segi kelemahannya yaitu ketahanan luntur warna dan intesitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik. Penggunaan larutan fixer seperti CaCO3, tawas, dan FeSO4 adalah alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana perubahan warna yang dihasilkan zwa daun mangga pada pewarnaan kain katun dengan larutan fixer yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kain katun yang difiksasi dengan larutan fixer CaCO3 dan tawas menghasilkan warna kuning sedangkan kain yang difiksasi dengan FeSO4 menghasilkan warna yang hitam. Hal tersebut dikarenakan FeSO4 yang sudah rusak, yakni sudah teroksidasi.



1.   PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (Indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (the), akar mengkudu (Morinda citrifolia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973)
Daun mangga menghasilkan warna kuning-hijau, daun rambutan menghasilkan warna kuning abu-abu, kulit rambutan menghasilkan warna kuning-coklat hitam, kulit pohon jati menghasilkan warna coklat, kulit buah biksa (Bixa orellana) menghasilkan warna oranye, sedang eceng gondok menghasilkan warna hijau, dan masih banyak lagi. Cara membuat perwarna alami dari buah maupun dedaunan relatif gampang. Hanya dengan merebus buah atau dedaunan, maka akan diperoleh warna aslinya.
Adapun cara membuat komposisi warna yang tepat memang ada trik khusus. Misalnya, formula untuk menghasilkan warna ungu hingga merah dibuat dari kulit buah manggis yang dicampur dengan 10 liter air. Selanjutnya, air hasil rebusan disaring dan didinginkan atau didiamkan selama minimal dua hari agar mengendap. Untuk memperoleh warna yang pas, pencelupan harus dilakukan berkali-kali. Bahkan ia harus mencampur dengan bahan dari pewarna lain agar semakin kuat.
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto dalam bukunya Sumber Daya Nabati Asia Tenggara Nn.3 (tumbuhan-tumbuhan penghasil pewarna dan tannin,1999), sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Pada umumnya olongan pigmen tumbuhan adalah klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon.
Dalam pencelupan dengan zat warna alam pada umumnya diperlukan pengerjaan mordanting pada bahan yang akan dicelup / dicap dimana proses mordanting ini dilakukan dengan merendam bahan kedalam garam-garam logam, seperti aluminium, besi, timah atau krom. Zat-zat mordan ini berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dengan serat sehingga afinitas zat warna meningkat terhadap serat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian perubahan sifat fisika dan kimia kain sutera akibat pewarna alami kulit akar mengkudu yang dilakukan Tiani Hamid dan Dasep mukhlis (2005) menunjukkan bahwa penggunaan mordan dapat mengurangi kelunturan warna kain terhadap pengaruh pencucian. Hal ini menunjukkan senyawa mordan mampu mengikat warna sehingga tidak mudah luntur.
Seperti halnya pengggunaan ekstraksi zwa daun mangga pada proses pencelupan (pewarnaan) kain, akan mengalami perubahan warna dan ketahanan luntur warna, Dengan kata lain intensitas dan ketahanan luntur zwa daun mangga tidak stabil (kurang baik). Untuk meningkatkan intensitas dan ketahanan warna zwa daun mangga perlu dilakukan pengerjaan tambahan yaitu pengerjaan iring terhadap bahan yang telah diwarnai, melalui suatu percobaan penelitian penggunaan bahan CaCO3, FeSO4 dan tawas sebagai larutan pengunci warna (larutan fixer).

1.2 Permasalahan
a.    Apakah jenis bahan yang digunakan dalam pencelupan berpengaruh terhadap proses pewarnaan?
b.    Apakah konsentrasi zat warna alam daun mangga berpengaruh terhadap intensitas warna yang dihasilkan?
c.    Apakah proses fiksasi dengan larutan fixer yang berbeda memperngaruhi perubahan warna kain?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan larutan fixer yang berbeda terhadap perubahan warna, intensitas warna pada kain katun yang dicelup zat warna mangga.

1.4 Hipotesa
a.    Adakah pengaruh larutan fixer terhadap perubahan warna serta intensitas warna yang dihasilkan pada kain katun yang dicelup dengan zat warna daun mangga.
b.    Adakah pengaruh pada jenis bahan yang digunakan dalam pencelupan berpengaruh terhadap proses pewarnaan?
c.    Adakah pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak zat warna alam terhadap intensitas warna?
1.5 Kajian Pustaka
1.5.1    Kain katun
Kain katun yang digunakan pada proses pembatikan adalah kain putih umumnya disebut kain “mori” atau “muslim” atau “cambric”, yang terbuat dari benang kapas. Kain mori dari katun dibedakan atas tiga golongan, yaitu golongan yang sangat halus disebut “Primisima”, golongan halus disebut “Prima”, dan golongan sedang disebut “Biru”. Kemudian ada satu golongan lagi yaitu golongan kasar disebut “kain grey” atau “blaco”. Kain prima dipergdagangalkan dalam ukuran “piece” dengan ukuran lebar 42 inch dan panjang 17,5 yard. Susunan kain prima rata-rat mempunyai tetal benang per inch untuk lusi 85-105 dan untuk pakan 70-90, sedang benangnya dalam nomer sistim Inggris Ne1 untuk lusi antara 36-46 dan pakan antara 38-48. Kain ini mengandung kanji ringan yaitu ± 10% (Sewan .S.,SK,1974).
Kandungan terbesar dari kain katun prima adalah selulosa 94%, adapun kmposisi serat kapas adalah sebagai berikut : Selulosa 94%, Protein (%N x 6,25) 1,3 %, Pektat 1,2 %, Lilin 0,6 %, Abu 1,2 %, Pigmen dan zat-zat lain 1,7 %. Sifat fisika terdiri dari: 1). Warna, warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem.Warna kapas akan makin tua setelah penyimpanan selama 2-5 tahun; 2). Kekuatan, kekuatan kapas terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per bundel rata-rata adalah 96.700 pound per inch2, kekuatan kapas dalam keadaan basah makin tinggi; 3). Mulur, mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat selulosa alam, yaitu berkisar antara 4-13% tergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %,; 4). Berat jenis, berat jenis serat kapas 1,50 – 1,56; 5). Moisture regain, serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Analisa serat menunjukan bahwa serat terutama tersusun atas selulosa. Selulosa merupakan polimer linear yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa yang dihubung-hubungkan pada posisi 1 dan 4. Derajat polimerisasi selulosa pada kapas kira-kira 10.000 sengan berat molekul kira-kira 1.580.000. Pada Gambar 1, dari susunan rantai molekul terlihat bahwa selulosa mengandung 3 buah gugusan hidroksil, 1 primer, dan 2 sekunder pada tiap-tiap unit glokosa (Soeprijono,dkk,1974)

1.5.2   Teori Pencelupan
Serat katun atau selulosa yang tersusun pada kain katun prima teriri dari polimer lurus dari glukosa, letak glukosa berselang seling, jarak antara dua glokosa berposisi sama 10,3 A, dalam rendaman air mengembang cukup besar, sehingga pori-pori dapat dimasuki zat warna, dan mempunyai banyak gugus OH dimana O bersifat elektro-negatif kuat dan H bersifat elektro-positif lemah, sehingga serat katun dalam rendaman air bermuatan karena dipol-momen yang kuat dari OH (bukan ionisasi dari OH). Gambaran sederhana dari struktur serat katun, adalah sebagai berikut (Sewan .S.,SK,1974):
Penyerapan zat warna kedalam bahan merupakan suatu reaksi eksoterim dan reaksi kesetimbangan. Dalam proses pencelupan ada beberapa tahap yang terjadi : Tahap pertama, merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada temperatur tinggi pergerakan molekul zat warna lebih cepat. Kemudian setelah bahan (serat) dimasukan kedalam larutan zat warna (didalam larutan akan bersifat negatip) akan terjadi dua kemungkinan, yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena ituperlu adanya penambahan zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan. Tahap kedua, molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar dapat mengatasi gaya-tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat, peristiwa ini disebut absorpsi. Tahap ketiga, yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penyerapan atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ini merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai usuran untuk menentukan kecepatan celup. Dalam mekanisme penceluipan akan terjadi ekatan antara molekul zat warna dengan molekul serat yang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain ; pelarutan zat warna, suhu pencelupan, waktu pencelupan, pH dan konsentrasi larutan zat warna (Rasyid Djufri, 1976).
1.5.3   Tanaman Mangga
Tanaman mangga ini tersebar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Tanaman ini ini memiliki banyak sekali varietas setidaknya terdapat 2.000 jenis tanaman mangga di dunia (Moelyono,1995). Bagian dari tanaman mangga yang dapat di pakai sebagai zat warna alami adalah bagian daunnya kerena mengandung pigmen mangiferine yang didalamnya mengandung gugus kromofor yaitu karbonil, gugus auksokrom yaitu hidroksil dengan senyawa organik tak jenuh hidrokarbon aromatik, sehingga pigmen ini mudah sekali melepaskan zat tersebut pada bahan kain karena mangiferine merupakan jenis dari pada xanton yang dapat digunakan sebagai bahan zwa. Tanaman mangga (Mangifera indica LINN) menurut perkiraan para ahli berasal dari daerah sekitar Bombay dan daerah di sekitar kaki gunung Himalaya, kemudian menyebar keluar daerah, diantaranya Amerika Latin, benua Afrika, juga negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Philipina, dan Indonesia. Adapun klasifikasi mangga adalah sebagai berikut : Kingdom: Plantae; Divis: Spermatopyhta; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Anancardiales; Famili: Anacardiaceae; Genus: Mangifera; Species: Mangifera indica Linn. Untuk kondisi alam di Indonesia mangga dapat tumbuh baik pada tempat yang musim panasnya kuat, di dataran rendah dengan volume curah hujan rendah sampai sedang. Sebagai contoh : di pesisir utara pulau jawa, sebagaian besar daerah jawa timur, sampai pesisir sebelah timur antara Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo, Kepulauan Sunda Kecil, daerah propinsi Riau, tenggara pulau Sulawesi sampai pulau Buton dan sekitarnya. Dilihat dari unsur botani dan habitat tumbuhan mangga memiliki pohon yang tinggi mencapai 10 meter-30 meter atau lebih dan umumnya dapat mencapai puluhan tahun. Batangnya tumbuh tegak, kokoh, berkayu dan berkulit tebal yang warnanya abu-abu kecoklatan, pecah-pecah serta mengandung damar. Percabangannya banyak yang tumbuh ke segala arah hingga tampak rimbun. Akar bercabang-cabang, kokoh dan berkulit tebal warna kecoklatan. Daun tumbuh tunggal pada ranting, letaknya berselang-seling dan bertangkai panjang. Bentuk daun panjang lonjong dengan bagian ujung meruncing. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, sedangkan permukan sebelah bawah berwarna hijau muda.




Gambar 2. Daun Mangga
Kandungan kimia tumbuhan mangga antara lain : 2-Octane, Alanine, Alpha-phellandrene, Alpha-pinene, Ambolic-acid, Cembonic-acid, Arginie, Ascorbic-acid, Beta-carotene beta pinene, Carotenoids, Fulfural, Gaba, Gallic-acid, Mangiferic-acid, Mangiferine, Mangiferol, Mangiferlic-acid, Myristic-acid, Neo-beta-carotene-b, Neo-beta-carotene-u, Neoxantophyll, Nerol, Neryl-acetate, Oloic-acid, Oxalic-acid, P-coumaric-acid, Palmitic-acid, Palmitoleic-acid, Pantothenic-acid, Peroxidase, Phenylalanine, Phytin, Proline, Quercetin, Xanthophll (Hegerman, 200., at. Rindy, AW, dkk,2009). Sebagai sumber zat warna alam, yang digunakan sebagai zat warna pada tumbuhan mangga ini adalah pigmen mangiferine yang terdapat pada daun mangga. Mangiferine disini memiliki gugus kromofor yaitu, C = O, gugus auksokrom yaitu - OH yang berasal dari golongan anion dan senyawa organik tak jenuh hidrikarbon aromatik. Kandungan xanton jenis mangiferin pada mangga sebanyak 7 % - 15 %. Di dalam daun mangga mengandung kristal kuning (xanton). Xanton adalah senyawa sejenis flavonoid yang telah digunakan sebagai zat warna selama beratus-ratus tahun. Xanton dari mangifera indica ini adalah glukosida-C mangiferin. (Trevor R, 1995, hal 207, at Rindy, AW, dkk,2009). Zat pembawa warna adalah zat yang memberikan arah warna, merupakan senyawa organik yang terkandung dalam zwa. Jenis zat pembawa warna yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan tergolong dalam kelompok tanin. Susunan kimia tanin adalah sangat kompleks. Menurut Buchanan (1952), tanin didefinisikan sebagai phenol polihidric yang kompleks dengan ukuran dan bentuk molekul yang memungkinkan larut dalam air. Komponen kimia dasar yang ditemukan dalam tanin selain gula adalah asam galat dan elagat (gallic acid dan dimerllagic acid), flavonid (komponen yang berhubungan dengan flavana), lignin, stil benoid dan quinone.
2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
2.1 Bahan
a.    Kain katun 100%
b.    CaCO3 50 gram
c.    Tawas 58 gram
d.    FeSO4 50 gram
e.    Na2CO3 2 gram
f.     Daun mangga
g.    Air

2.2      Alat
a.    Timbangan analitik
b.    Alat pengaduk
c.    Gelas ukur
d.    Alat pemanas
e.    Bak ekstraksi, bak pencelupan, dan saringan
f.     Setrika listrik
g.    Pisau
h.    Gunting

2.3      Prosedur penelitian
2.3.1 Proses mordanting Kain katun
Potong bahan tekstil sebagai sampel untuk diwarnai dengan ukuran 5x5 cm sebanyak tiga lembar. Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2g/liter sabun netral (sabun batangan). Perendaman selama 2 jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu dicuci dan dianginkan.
Untuk bahan kain kapas (katun) : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram Na2CO3 dalam setiap liter air yang digunakan. Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian masukkan bahan kain kapas dan rebus selama 1 jam. Setelah itu matikan api dan kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu keringkan dan setrika. Kain kapas tersebut siap dicelup.

2.3.2  Pembuatan ekstrak zat warna alam daun mangga
Daun mangga seberat 1 kg dipotong-potong, masukkan ke dalam bak ekstraksi, masukkan air 10 L, kemudian didihkan sampai larutan ekstrak menjadi 6 L. Larutan hasil ekstaksi disaring, sehingga diperoleh larutan ekstrak daun mangga.

2.3.3  Pembuatan larutan fixer (pengunci warna)
-       Larutan fixer CaCO3 : larutkan 50 gram CaCO3 dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
-       Larutan fixer FeSO4 : larutkan 50 gram FeSO4 dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
-       Larutan fixer tawas : larutkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

2.3.4  Proses Pencelupan
Setelah bahan dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan teksril dapat segera dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Siapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan .
2.     Masukkan bahan tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30 menit.
3.     Masukkan bahan kedalam larutan fixer bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada larutan zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur tohor.
4.     Bilas dan cuci bahan lalu keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
5.     Amati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer. Pada umumnya hampir semua jenis zat warna alam mampu mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun tidak demikian dengan bahan dari kapas katun. (berdasar beberapa eksperimen yang telah dilakukan penulis).
6.     Lakukan pengujian-pengujian kualitas yang diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya).
7.     Simpulkan potensi tanaman yang diproses (diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam untuk mewarnai bahan tekstil.

Proses pencelupan dengan zat warna alam dapat dijelaskan pada bagan berikut:



















3  Hasil dan Pembahasan
3.1  Gambar Kerja
No
Gambar
Keterangan
1.



Bahan tekstil (kain katun 100%)
Kain katun 100% dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
2.
Pembuatan larutan fixer.
Larutan fixer CaCO3 : larutkan 50 gram CaCO3 dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
3.


Proses mordanting kain katun
Bahan tekstil yang akan diwarnai direndam dalam larutan 2g/liter sabun netral selama semalam. Kemudian direndam kembali dan direbus selama 1 jam dalam larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram Na2CO3 dalam setiap liter air yang digunakan dan dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam.
4.




Pembuatan ekstrak zat warna daun mangga
Daun mangga seberat 1 kg dipotong-potong, masukkan ke dalam bak ekstraksi, masukkan air 10 L, kemudian didihkan sampai larutan ekstrak menjadi 6 L. Larutan hasil ekstaksi disaring, sehingga diperoleh larutan ekstrak daun mangga.
5.



Proses pencelupan
Bahan tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 30 menit.
6.





Proses fiksasi
Bahan tekstil direndam dalam larutan fixer yaitu kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit.

3.2           Hasil Penelitian
Tabel hasil pengamatan warna dengan larutan fixer & Konsentrasi zwa daun mangga yang berbeda
Konsentrasi zwa Daun Mangga
Larutan Fixer
Warna Kain
Hasil
Pekat
CaCO3
Kuning




FeSO4
Hitam




Tawas
Kuning




Encer
CaCO3
Kuning Sedikit Pudar




FeSO4
Hitam




Tawas
Kuning  Sedikit Pudar







3.3   Pembahasan
Daun mangga dapat digunakan sebagai pewarna tekstil khususnya yang
berasal dari serat protein, misalnya serat katun, karena kain ini memiliki daya
serap yang cukup tinggi. Agar warna dapat terserap dengan baik diperlukan
proses mordanting.
Obyek dalam penelitian ini adalah daun mangga dan kain katun.
Variabel dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan beberapa larutan fixer sebagai pengunci warna dalam proses pewarnaan kain katun, warna kain serta intensitas warna yang dihasilkan. Hanya saja akan dibahas salah satu larutan fixer, yakni CaCO3.
Nama lain dari CaCO3 adalah kalsium karbonat atau kapur tohor. Sifat-sifat fisik kapur adalah, berbentuk gumpalan yang tidak teratur, warnanya putih atau putih keabu-abuan, kadang-kadang bernoda kekuningan atau kecoklatan yang disebabkan oleh adanya unsur besi. Kemurniannya tergantung pada asal bahannya, yang terurai sempurna berasal dari batu pualam, sedangkan yang dari batu kapur biasa mengandung senyawa Si, Mg, dan Al. Larutan kapur atau kapur tohor atau Calsium Hidroksida Ca(OH)2 adalah hasil reaksi kapur (CaO) dengan air dengan udara. Jika konsentrasi larutan kapur Ca(OH)2 3 % berarti didalam 100 gram larutan Ca(OH)2 terdapat 3 gram larutan kapur Ca(OH)2 (Wikipedia, 2010).
Besarnya penggunaan konsentrasi zat iring larutan kapur, akan mempengaruhi hasil ketuaan warna kain, bila dibandingkan perlakuan tanpa iring dengan larutan kapur. Sehingga berdasarkan hasil penelitian tersebut membuktikan semakin besar penggunan konsentrasi zat iring larutan kapur warna yang dihasilkan semakin kuat atau semikin besar nilai ketuaan warnanya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa fungsi zat iring selain untuk meningkatkan ketuaan atau intensitas warna, juga untuk memperkuat ikatan antar serat dan zat warna, sehingga mencegah dehidrasi pigmen warna.
Intensitas warna yang ditimbulkan juga dipengaruhi dari kain katun yang digunakan, yakni serat kapas dapat mengikat lebih banyak zwa daun mangga atau daya absorbsinya besar setelah dilakukan proses pengerjaan iring dengan larutan kapur. Hal ini juga disebabkan karena ketahanan warna suatu zat warna ditentukan oleh berat molekul atau ukuran besar molekul, dan bentuk molekul. Gugus pelarut yang sama jumlahnya, maka ketahanan cucinya lebih baik. Tanin salah satu unsur yang terkandung dalam ekstrakl zwa daun mangga mempunyai susunan kimia yang sangat kompleks, yaitu sebagai phenol poyhidric yang kompleks dengan ukuran dan bentuk molekul yang memungkikan larut dalam air. Dan pengerjaan iring dengan larutan kapur merupakan penambahan garam-garam khlorida atau oksalat dari basa-basa organik, yang dapat meningkatkan afinitas zat warna terhadap selulosa/serat/kain katun. Sehingga pengerjaan iring dengan larutan kapur pada kain batik katun akan menambah absorbsi zwa ekstrak daun mangga kedalam kedalam kain katun. Secara sederhana dapat digambarkan mekanisme reaksi tanin dengan serat selulosa adalah sebagai berikut :





Berdasarkan hasil analisis varian, menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan larutan fixer sebagai pengunci warna dalam proses pewarnaan terhadap ketuaan warna kain katun dalam proses pewarnaan daun mangga ditunjukkan dari hasil pengamatan di atas.

4   Kesimpulan
Daun mangga dapat dibuat zat pewarna alami dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut air. Warna yang dihasilkan pada pewarnaan kain katun memberikan warna yang berbeda-beda tergantung dengan larutan fixer yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kain katun yang difiksasi dengan larutan fixer CaCO3 dan tawas menghasilkan warna kuning sedangkan kain yang difiksasi dengan FeSO4 menghasilkan warna yang hitam. Hal tersebut dikarenakan FeSO4 yang sudah rusak, yakni sudah teroksidasi. Perbedaan konsentrasi zwa daun mangga yang dilakukan dipenelitian ini, tidak terlalu mencolok perbedaannya terhadap intensitas warna yang dihasilkan, hal ini dikarenakan ekstrak daun mangga yang dihasilkan dua-duanya dalam bentuk konsentrat (ekstraksi yang kental).
Daftar Pustaka

Dwi Suheryanto, (2007), “Analisa Disain Produk Zat Warna Alam Kesumba (Bixa Orellana) Dengan Metode QFD”, Makalah pada presentasi di Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia , Program Pasca Sarjana Megister Teknik Industri, Yogyakarta
Dwi Suheryanto, (2009), “Pengaruh Konsentrasi Zat Warna Basa Terhadap Ketuan Dan Ketahanan Warna Pada Pencelupan Sserat Sabut Kelapa”, Proceeding ISBN:978-979-96880-5-7, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Moelyono, (1995), ”Daun Mangga Sebagai Bahan Pewarna Batik”, Departemen Perindustrian BBPPKB, Yogyakarta.
Rasyid Djufri et al, (1976), “Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
Rindy Astri Wilujeng,dkk, (2009), “Eekstraksi Dan Karakterisasi Zat Warna Alami Dari Daun Mangga (Mangifera indica LIIN) Serta UjiI Potensinya Sebagai Pewarna Tekstil”, Laporan PKMP PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA, Universitas Negeri Malang, Malang.
Soeprijono,dkk., (1974), “Serat-Serat Tekstil”, ITT, Bandung.
Sewan Susanto,(1978), “Pengembangan Seni Kerajinan Batik”, Departemen Perindustrian BBPPKB” Yogyakarta.
Salura, S.Teks., (1972), “Metoda Rangking Dalam Penelitian Tekstil”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
Sulaeman,dkk.,(1999/2000), “Peningkatan Ketahanan Luntur Warna Alam Dengan Cara Pengerjaan Iring”, Laporan Kegiatan Penelitian, Balai Besar Kerajinan dan Batik, Yogyakarta.

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Catatan Informatika