OPTIMALISASI CELUPAN EKSTRAK DAUN MANGGA
PADA KAIN KATUN DENGAN LARUTAN FIXER YANG
BERBEDA
ABSTRAK
Pewarna yang sering digunakan
untuk mewarnai kain umumnya menggunakan pewarna tekstil sintetik yang berbahaya
bagi lingkungan maupun bagi penggunanya, meskipun pewarna tekstil sintetik memiliki
warna yang sangat bervariasi. Untuk itu kembali lagi ke zaman dahulu, yaitu
penggunaan pewarna alam yang diekstrak dari berbagai macam tumbuhan maupun
hewan, yang merupakan zat warna yang ramah lingkungan, tidak berbahaya bagi
pengguna dan bernilai ekonomis tinggi. Ekstrak daun mangga adalah jenis zwa
yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun mangga (Mangifera indica LINN) pada
proses perebusan. Hasil pencelupan dengan zwa daun mangga pada kain batik katun
memberikan arah warna yang khas, indah, natural dan sulit untuk ditiru oleh zat
warna sintetis.
Namun ada segi kelemahannya yaitu ketahanan luntur warna dan
intesitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik. Penggunaan larutan fixer
seperti CaCO3, tawas, dan FeSO4 adalah alternatif untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana perubahan warna yang dihasilkan zwa daun mangga pada pewarnaan kain
katun dengan larutan fixer yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kain katun yang difiksasi dengan larutan fixer CaCO3 dan tawas
menghasilkan warna kuning sedangkan kain yang difiksasi dengan FeSO4
menghasilkan warna yang hitam. Hal tersebut dikarenakan FeSO4 yang
sudah rusak, yakni sudah teroksidasi.
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang
dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (Indofera),
kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina
javanensis), kunyit (Curcuma), teh (the), akar mengkudu (Morinda
citrifolia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa
orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973)
Daun mangga menghasilkan warna kuning-hijau, daun rambutan menghasilkan warna kuning
abu-abu, kulit rambutan menghasilkan warna kuning-coklat hitam, kulit pohon
jati menghasilkan warna coklat, kulit buah biksa (Bixa orellana) menghasilkan
warna oranye, sedang eceng gondok menghasilkan warna hijau, dan masih banyak
lagi. Cara membuat perwarna alami dari buah maupun
dedaunan relatif gampang. Hanya dengan merebus buah atau dedaunan, maka akan
diperoleh warna aslinya.
Adapun cara membuat komposisi warna yang tepat
memang ada trik khusus. Misalnya, formula untuk menghasilkan warna ungu hingga
merah dibuat dari kulit buah manggis yang dicampur dengan 10 liter air.
Selanjutnya, air hasil rebusan disaring dan didinginkan atau didiamkan selama
minimal dua hari agar mengendap. Untuk memperoleh warna yang pas, pencelupan
harus dilakukan berkali-kali. Bahkan ia harus mencampur dengan bahan dari
pewarna lain agar semakin kuat.
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto dalam bukunya Sumber Daya
Nabati Asia Tenggara Nn.3 (tumbuhan-tumbuhan penghasil pewarna dan
tannin,1999), sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, di
dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung
menurut struktur kimianya. Pada umumnya olongan pigmen tumbuhan adalah
klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon.
Dalam pencelupan dengan zat warna alam pada umumnya diperlukan
pengerjaan mordanting pada bahan yang akan dicelup / dicap dimana proses
mordanting ini dilakukan dengan merendam bahan kedalam garam-garam logam,
seperti aluminium, besi, timah atau krom. Zat-zat mordan ini berfungsi untuk
membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dengan serat sehingga afinitas
zat warna meningkat terhadap serat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
perubahan sifat fisika dan kimia kain sutera akibat pewarna alami kulit akar
mengkudu yang dilakukan Tiani Hamid dan Dasep mukhlis (2005) menunjukkan bahwa
penggunaan mordan dapat mengurangi kelunturan warna kain terhadap pengaruh
pencucian. Hal ini menunjukkan senyawa mordan mampu mengikat warna sehingga
tidak mudah luntur.
Seperti halnya pengggunaan ekstraksi zwa daun mangga pada
proses pencelupan (pewarnaan) kain, akan mengalami perubahan warna dan
ketahanan luntur warna, Dengan kata lain intensitas dan ketahanan luntur zwa
daun mangga tidak stabil (kurang baik). Untuk meningkatkan intensitas dan
ketahanan warna zwa daun mangga perlu dilakukan pengerjaan tambahan yaitu
pengerjaan iring terhadap bahan yang telah diwarnai, melalui suatu percobaan
penelitian penggunaan bahan CaCO3, FeSO4 dan tawas
sebagai larutan pengunci warna (larutan fixer).
1.2 Permasalahan
a. Apakah
jenis bahan yang digunakan dalam pencelupan berpengaruh terhadap proses
pewarnaan?
b. Apakah
konsentrasi zat warna alam daun mangga berpengaruh terhadap intensitas warna
yang dihasilkan?
c. Apakah
proses fiksasi dengan larutan fixer yang berbeda memperngaruhi perubahan warna
kain?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan larutan fixer yang berbeda
terhadap perubahan warna, intensitas warna pada kain katun yang dicelup zat
warna mangga.
1.4 Hipotesa
a. Adakah
pengaruh larutan fixer terhadap perubahan warna serta intensitas warna yang
dihasilkan pada kain katun yang dicelup dengan zat warna daun mangga.
b. Adakah
pengaruh pada jenis bahan yang digunakan dalam pencelupan berpengaruh terhadap
proses pewarnaan?
c. Adakah
pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak zat warna alam terhadap intensitas
warna?
1.5 Kajian
Pustaka
1.5.1 Kain
katun
Kain katun yang digunakan pada
proses pembatikan adalah kain putih umumnya disebut kain “mori” atau “muslim”
atau “cambric”, yang terbuat dari benang kapas. Kain mori dari katun dibedakan
atas tiga golongan, yaitu golongan yang sangat halus disebut “Primisima”,
golongan halus disebut “Prima”, dan golongan sedang disebut “Biru”.
Kemudian ada satu golongan lagi yaitu golongan kasar disebut “kain grey”
atau “blaco”. Kain prima dipergdagangalkan dalam ukuran “piece” dengan
ukuran lebar 42 inch dan panjang 17,5 yard. Susunan kain prima rata-rat
mempunyai tetal benang per inch untuk lusi 85-105 dan untuk pakan 70-90,
sedang benangnya dalam nomer sistim Inggris Ne1 untuk lusi antara 36-46 dan
pakan antara 38-48. Kain ini mengandung kanji ringan yaitu ± 10% (Sewan
.S.,SK,1974).
Kandungan terbesar dari kain
katun prima adalah selulosa 94%, adapun kmposisi serat kapas adalah sebagai
berikut : Selulosa 94%, Protein (%N x 6,25) 1,3 %, Pektat 1,2 %, Lilin 0,6 %,
Abu 1,2 %, Pigmen dan zat-zat lain 1,7 %. Sifat fisika terdiri dari: 1). Warna,
warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem.Warna kapas akan
makin tua setelah penyimpanan selama 2-5 tahun; 2). Kekuatan, kekuatan kapas
terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan
orientasinya. Kekuatan serat kapas per bundel rata-rata adalah 96.700 pound per
inch2, kekuatan kapas dalam keadaan basah makin tinggi; 3). Mulur, mulur saat
putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat selulosa alam, yaitu berkisar
antara 4-13% tergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %,; 4). Berat
jenis, berat jenis serat kapas 1,50 – 1,56; 5). Moisture regain, serat kapas
mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang
nyata pada sifat-sifat serat. Analisa serat menunjukan bahwa serat terutama
tersusun atas selulosa. Selulosa merupakan polimer linear yang tersusun dari
kondensasi molekul-molekul glukosa yang dihubung-hubungkan pada posisi 1 dan 4.
Derajat polimerisasi selulosa pada kapas kira-kira 10.000 sengan berat molekul
kira-kira 1.580.000. Pada Gambar 1, dari susunan rantai molekul terlihat bahwa
selulosa mengandung 3 buah gugusan hidroksil, 1 primer, dan 2 sekunder pada
tiap-tiap unit glokosa (Soeprijono,dkk,1974)
1.5.2 Teori Pencelupan
Serat katun atau selulosa yang
tersusun pada kain katun prima teriri dari polimer lurus dari glukosa, letak
glukosa berselang seling, jarak antara dua glokosa berposisi sama 10,3 A, dalam
rendaman air mengembang cukup besar, sehingga pori-pori dapat dimasuki zat
warna, dan mempunyai banyak gugus OH dimana O bersifat elektro-negatif kuat dan
H bersifat elektro-positif lemah, sehingga serat katun dalam rendaman air
bermuatan karena dipol-momen yang kuat dari OH (bukan ionisasi dari OH).
Gambaran sederhana dari struktur serat katun, adalah sebagai berikut (Sewan
.S.,SK,1974):
Penyerapan zat warna kedalam
bahan merupakan suatu reaksi eksoterim dan reaksi kesetimbangan. Dalam proses
pencelupan ada beberapa tahap yang terjadi : Tahap pertama, merupakan
molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada temperatur tinggi
pergerakan molekul zat warna lebih cepat. Kemudian setelah bahan (serat)
dimasukan kedalam larutan zat warna (didalam larutan akan bersifat negatip)
akan terjadi dua kemungkinan, yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat
atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena ituperlu adanya penambahan zat
pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat.
Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam
larutan. Tahap kedua, molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup
besar dapat mengatasi gaya-tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat
warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat, peristiwa ini
disebut absorpsi. Tahap ketiga, yang merupakan bagian yang terpenting
dalam pencelupan adalah penyerapan atau difusi zat warna dari permukaan serat
kepusat. Tahap ini merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan
sebagai usuran untuk menentukan kecepatan celup. Dalam mekanisme penceluipan
akan terjadi ekatan antara molekul zat warna dengan molekul serat yang
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain ; pelarutan zat warna, suhu
pencelupan, waktu pencelupan, pH dan konsentrasi larutan zat warna (Rasyid
Djufri, 1976).
1.5.3 Tanaman
Mangga
Tanaman mangga ini tersebar di
berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Tanaman ini ini memiliki banyak
sekali varietas setidaknya terdapat 2.000 jenis tanaman mangga di dunia
(Moelyono,1995). Bagian dari tanaman mangga yang dapat di pakai sebagai zat
warna alami adalah bagian daunnya kerena mengandung pigmen mangiferine yang
didalamnya mengandung gugus kromofor yaitu karbonil, gugus
auksokrom yaitu hidroksil dengan senyawa organik tak jenuh
hidrokarbon aromatik, sehingga pigmen ini mudah sekali melepaskan zat tersebut
pada bahan kain karena mangiferine merupakan jenis dari pada xanton yang
dapat digunakan sebagai bahan zwa. Tanaman mangga (Mangifera indica LINN)
menurut perkiraan para ahli berasal dari daerah sekitar Bombay dan daerah di
sekitar kaki gunung Himalaya, kemudian menyebar keluar daerah, diantaranya
Amerika Latin, benua Afrika, juga negara-negara di kawasan Asia Tenggara,
seperti Vietnam, Philipina, dan Indonesia. Adapun klasifikasi mangga adalah
sebagai berikut : Kingdom: Plantae; Divis: Spermatopyhta; Kelas: Dicotyledonae;
Ordo: Anancardiales; Famili: Anacardiaceae; Genus: Mangifera; Species: Mangifera
indica Linn. Untuk kondisi alam di Indonesia mangga dapat tumbuh baik pada
tempat yang musim panasnya kuat, di dataran rendah dengan volume curah hujan
rendah sampai sedang. Sebagai contoh : di pesisir utara pulau jawa, sebagaian
besar daerah jawa timur, sampai pesisir sebelah timur antara Pasuruan,
Situbondo dan Probolinggo, Kepulauan Sunda Kecil, daerah propinsi Riau,
tenggara pulau Sulawesi sampai pulau Buton dan sekitarnya. Dilihat dari unsur
botani dan habitat tumbuhan mangga memiliki pohon yang tinggi mencapai 10
meter-30 meter atau lebih dan umumnya dapat mencapai puluhan tahun. Batangnya
tumbuh tegak, kokoh, berkayu dan berkulit tebal yang warnanya abu-abu
kecoklatan, pecah-pecah serta mengandung damar. Percabangannya banyak yang tumbuh
ke segala arah hingga tampak rimbun. Akar bercabang-cabang, kokoh dan berkulit
tebal warna kecoklatan. Daun tumbuh tunggal pada ranting, letaknya
berselang-seling dan bertangkai panjang. Bentuk daun panjang lonjong dengan
bagian ujung meruncing. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua,
sedangkan permukan sebelah bawah berwarna hijau muda.
Gambar
2. Daun Mangga
Kandungan kimia tumbuhan mangga
antara lain : 2-Octane, Alanine, Alpha-phellandrene, Alpha-pinene,
Ambolic-acid, Cembonic-acid, Arginie, Ascorbic-acid, Beta-carotene beta pinene,
Carotenoids, Fulfural, Gaba, Gallic-acid, Mangiferic-acid, Mangiferine,
Mangiferol, Mangiferlic-acid, Myristic-acid, Neo-beta-carotene-b,
Neo-beta-carotene-u, Neoxantophyll, Nerol, Neryl-acetate, Oloic-acid,
Oxalic-acid, P-coumaric-acid, Palmitic-acid, Palmitoleic-acid,
Pantothenic-acid, Peroxidase, Phenylalanine, Phytin, Proline, Quercetin,
Xanthophll (Hegerman, 200., at. Rindy, AW, dkk,2009). Sebagai
sumber zat warna alam, yang digunakan sebagai zat warna pada tumbuhan mangga
ini adalah pigmen mangiferine yang terdapat pada daun mangga.
Mangiferine disini memiliki gugus kromofor yaitu, C = O, gugus auksokrom yaitu
- OH yang berasal dari golongan anion dan senyawa organik tak jenuh hidrikarbon
aromatik. Kandungan xanton jenis mangiferin pada mangga sebanyak 7 % - 15 %. Di
dalam daun mangga mengandung kristal kuning (xanton). Xanton adalah senyawa
sejenis flavonoid yang telah digunakan sebagai zat warna selama beratus-ratus
tahun. Xanton dari mangifera indica ini adalah glukosida-C mangiferin. (Trevor
R, 1995, hal 207, at Rindy, AW, dkk,2009). Zat pembawa warna adalah zat
yang memberikan arah warna, merupakan senyawa organik yang terkandung dalam
zwa. Jenis zat pembawa warna yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan tergolong
dalam kelompok tanin. Susunan kimia tanin adalah sangat kompleks. Menurut
Buchanan (1952), tanin didefinisikan sebagai phenol polihidric yang kompleks
dengan ukuran dan bentuk molekul yang memungkinkan larut dalam air. Komponen
kimia dasar yang ditemukan dalam tanin selain gula adalah asam galat dan elagat
(gallic acid dan dimerllagic acid), flavonid (komponen yang berhubungan
dengan flavana), lignin, stil benoid dan quinone.
2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
2.1 Bahan
a. Kain katun
100%
b. CaCO3
50 gram
c. Tawas 58
gram
d. FeSO4
50 gram
e. Na2CO3
2 gram
f. Daun mangga
g. Air
2.2 Alat
a. Timbangan
analitik
b. Alat
pengaduk
c. Gelas ukur
d. Alat
pemanas
e. Bak
ekstraksi, bak pencelupan, dan saringan
f. Setrika listrik
g. Pisau
h. Gunting
2.3 Prosedur penelitian
2.3.1 Proses mordanting Kain
katun
Potong
bahan tekstil sebagai sampel untuk diwarnai dengan ukuran 5x5 cm sebanyak tiga
lembar. Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2g/liter sabun
netral (sabun batangan). Perendaman selama 2 jam. Bisa juga direndam selama
semalam. Setelah itu dicuci dan dianginkan.
Untuk
bahan kain kapas (katun) : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram
Na2CO3 dalam setiap liter air yang digunakan. Aduk hingga
larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian masukkan bahan kain kapas dan rebus
selama 1 jam. Setelah itu matikan api dan kain kapas dibiarkan terendam dalam
larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain
diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu keringkan dan setrika. Kain kapas
tersebut siap dicelup.
2.3.2 Pembuatan
ekstrak zat warna alam daun mangga
Daun
mangga seberat 1 kg dipotong-potong, masukkan ke dalam bak ekstraksi, masukkan
air 10 L, kemudian didihkan sampai larutan ekstrak menjadi 6 L. Larutan hasil
ekstaksi disaring, sehingga diperoleh larutan ekstrak daun mangga.
2.3.3 Pembuatan
larutan fixer (pengunci warna)
- Larutan
fixer CaCO3 : larutkan 50 gram CaCO3 dalam tiap liter air
yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
- Larutan
fixer FeSO4 : larutkan 50 gram FeSO4 dalam tiap liter air
yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
- Larutan
fixer tawas : larutkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan.
Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
2.3.4 Proses Pencelupan
Setelah
bahan dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan teksril
dapat segera dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan larutan zat warna
alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan .
2. Masukkan bahan tekstil yang
telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan
selama 15 – 30 menit.
3. Masukkan bahan kedalam
larutan fixer bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur
tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Untuk
mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer
maka proses 3 lembar kain pada larutan zat warna alam setelah itu ambil 1
lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada larutan tawas dan satunya
lagi pada larutan kapur tohor.
4. Bilas dan cuci bahan lalu
keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
5. Amati warna yang dihasilkan
dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan
masing-masing larutan fixer. Pada umumnya hampir semua jenis zat warna
alam mampu mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun tidak demikian dengan
bahan dari kapas katun. (berdasar beberapa eksperimen yang telah dilakukan
penulis).
6. Lakukan pengujian-pengujian
kualitas yang diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya).
7. Simpulkan potensi tanaman
yang diproses (diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam untuk mewarnai bahan
tekstil.
Proses
pencelupan dengan zat warna alam dapat dijelaskan pada bagan berikut:
3 Hasil dan Pembahasan
3.1 Gambar Kerja
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Bahan tekstil (kain katun
100%)
Kain
katun 100% dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
|
2.
|
|
Pembuatan larutan fixer.
Larutan
fixer CaCO3 : larutkan 50 gram CaCO3 dalam tiap liter
air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
|
3.
|
|
Proses mordanting kain katun
Bahan
tekstil yang akan diwarnai direndam dalam larutan 2g/liter sabun netral
selama semalam. Kemudian direndam kembali dan direbus selama 1 jam dalam
larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram Na2CO3
dalam setiap liter air yang digunakan dan dibiarkan terendam dalam larutan
selama semalam.
|
4.
|
|
Pembuatan ekstrak zat warna
daun mangga
Daun
mangga seberat 1 kg dipotong-potong, masukkan ke dalam bak ekstraksi,
masukkan air 10 L, kemudian didihkan sampai larutan ekstrak menjadi 6 L.
Larutan hasil ekstaksi disaring, sehingga diperoleh larutan ekstrak daun
mangga.
|
5.
|
|
Proses pencelupan
Bahan
tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses
pencelupan selama 30 menit.
|
6.
|
|
Proses fiksasi
Bahan
tekstil direndam dalam larutan fixer yaitu kapur tohor. Bahan diproses
dalam larutan fixer selama 10 menit.
|
3.2
Hasil Penelitian
Tabel hasil pengamatan warna
dengan larutan fixer & Konsentrasi zwa daun mangga yang berbeda
Konsentrasi zwa
Daun Mangga
|
Larutan Fixer
|
Warna Kain
|
Hasil
|
Pekat
|
CaCO3
|
Kuning
|
|
FeSO4
|
Hitam
|
|
|
Tawas
|
Kuning
|
|
|
Encer
|
CaCO3
|
Kuning Sedikit Pudar
|
|
FeSO4
|
Hitam
|
|
|
Tawas
|
Kuning
Sedikit Pudar
|
|
3.3 Pembahasan
Daun mangga dapat digunakan sebagai pewarna tekstil
khususnya yang
berasal dari serat protein, misalnya serat katun, karena kain ini memiliki daya
serap yang cukup tinggi. Agar warna dapat terserap dengan baik diperlukan
proses mordanting.
berasal dari serat protein, misalnya serat katun, karena kain ini memiliki daya
serap yang cukup tinggi. Agar warna dapat terserap dengan baik diperlukan
proses mordanting.
Obyek dalam penelitian ini adalah daun mangga dan kain
katun.
Variabel dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan beberapa larutan fixer sebagai pengunci warna dalam proses pewarnaan kain katun, warna kain serta intensitas warna yang dihasilkan. Hanya saja akan dibahas salah satu larutan fixer, yakni CaCO3.
Variabel dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan beberapa larutan fixer sebagai pengunci warna dalam proses pewarnaan kain katun, warna kain serta intensitas warna yang dihasilkan. Hanya saja akan dibahas salah satu larutan fixer, yakni CaCO3.
Nama
lain dari CaCO3 adalah kalsium karbonat atau kapur tohor.
Sifat-sifat fisik kapur adalah, berbentuk gumpalan yang tidak teratur, warnanya
putih atau putih keabu-abuan, kadang-kadang bernoda kekuningan atau kecoklatan
yang disebabkan oleh adanya unsur besi. Kemurniannya tergantung pada asal
bahannya, yang terurai sempurna berasal dari batu pualam, sedangkan yang dari
batu kapur biasa mengandung senyawa Si, Mg, dan Al. Larutan kapur atau kapur
tohor atau Calsium Hidroksida Ca(OH)2 adalah hasil reaksi kapur
(CaO) dengan air dengan udara. Jika konsentrasi larutan kapur Ca(OH)2
3 % berarti didalam 100 gram larutan Ca(OH)2 terdapat 3 gram larutan
kapur Ca(OH)2 (Wikipedia, 2010).
Besarnya
penggunaan konsentrasi zat iring larutan kapur, akan mempengaruhi hasil ketuaan
warna kain, bila dibandingkan perlakuan tanpa iring dengan larutan kapur.
Sehingga berdasarkan hasil penelitian tersebut membuktikan semakin besar
penggunan konsentrasi zat iring larutan kapur warna yang dihasilkan semakin
kuat atau semikin besar nilai ketuaan warnanya. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa fungsi zat iring selain untuk meningkatkan ketuaan atau
intensitas warna, juga untuk memperkuat ikatan antar serat dan zat warna,
sehingga mencegah dehidrasi pigmen warna.
Intensitas warna yang ditimbulkan juga dipengaruhi
dari kain katun yang digunakan, yakni serat
kapas dapat mengikat lebih banyak zwa daun mangga atau daya absorbsinya besar
setelah dilakukan proses pengerjaan iring dengan larutan kapur. Hal ini juga
disebabkan karena ketahanan warna suatu zat warna ditentukan oleh berat molekul
atau ukuran besar molekul, dan bentuk molekul. Gugus pelarut yang sama jumlahnya,
maka ketahanan cucinya lebih baik. Tanin salah satu unsur yang terkandung dalam
ekstrakl zwa daun mangga mempunyai susunan kimia yang sangat kompleks, yaitu
sebagai phenol poyhidric yang kompleks dengan ukuran dan bentuk molekul yang
memungkikan larut dalam air. Dan pengerjaan iring dengan larutan kapur
merupakan penambahan garam-garam khlorida atau oksalat dari basa-basa organik,
yang dapat meningkatkan afinitas zat warna terhadap selulosa/serat/kain katun.
Sehingga pengerjaan iring dengan larutan kapur pada kain batik katun akan
menambah absorbsi zwa ekstrak daun mangga kedalam kedalam kain katun. Secara
sederhana dapat digambarkan mekanisme reaksi tanin dengan serat selulosa adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan hasil analisis varian, menunjukkan bahwa
ada pengaruh penggunaan larutan fixer sebagai pengunci warna dalam proses
pewarnaan terhadap ketuaan warna kain katun dalam proses pewarnaan daun mangga
ditunjukkan dari hasil pengamatan di atas.
4
Kesimpulan
Daun mangga dapat dibuat zat
pewarna alami dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut air. Warna yang
dihasilkan pada pewarnaan kain katun memberikan warna yang berbeda-beda
tergantung dengan larutan fixer yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kain katun yang difiksasi dengan larutan fixer CaCO3 dan tawas
menghasilkan warna kuning sedangkan kain yang difiksasi dengan FeSO4
menghasilkan warna yang hitam. Hal tersebut dikarenakan FeSO4 yang
sudah rusak, yakni sudah teroksidasi. Perbedaan konsentrasi zwa daun mangga
yang dilakukan dipenelitian ini, tidak terlalu mencolok perbedaannya terhadap
intensitas warna yang dihasilkan, hal ini dikarenakan ekstrak daun mangga yang
dihasilkan dua-duanya dalam bentuk konsentrat (ekstraksi yang kental).
Daftar
Pustaka
Dwi
Suheryanto, (2007), “Analisa Disain Produk Zat Warna Alam Kesumba (Bixa
Orellana) Dengan Metode QFD”, Makalah pada presentasi di Fakultas Teknik
Industri Universitas Islam Indonesia , Program Pasca Sarjana Megister
Teknik Industri, Yogyakarta
Dwi
Suheryanto, (2009), “Pengaruh Konsentrasi Zat Warna Basa Terhadap Ketuan Dan
Ketahanan Warna Pada Pencelupan Sserat Sabut Kelapa”, Proceeding
ISBN:978-979-96880-5-7, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan
MIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Moelyono,
(1995), ”Daun Mangga Sebagai Bahan Pewarna Batik”, Departemen Perindustrian
BBPPKB, Yogyakarta.
Rasyid
Djufri et al, (1976), “Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan”,
Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
Rindy
Astri Wilujeng,dkk, (2009), “Eekstraksi Dan Karakterisasi Zat Warna Alami Dari
Daun Mangga (Mangifera indica LIIN) Serta UjiI Potensinya Sebagai
Pewarna Tekstil”, Laporan PKMP PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA,
Universitas Negeri Malang, Malang.
Soeprijono,dkk., (1974), “Serat-Serat
Tekstil”, ITT, Bandung.
Sewan
Susanto,(1978), “Pengembangan Seni Kerajinan Batik”, Departemen
Perindustrian BBPPKB” Yogyakarta.
Salura,
S.Teks., (1972), “Metoda Rangking Dalam Penelitian Tekstil”, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung.
Sulaeman,dkk.,(1999/2000),
“Peningkatan Ketahanan Luntur Warna Alam Dengan Cara Pengerjaan Iring”, Laporan
Kegiatan Penelitian, Balai Besar Kerajinan dan Batik, Yogyakarta.
0 komentar:
Post a Comment