BAB V
PEMBAHASAN
Menurut FAO dan WHO dalam kongres di
Roma pada tahun 1956 menyatakan bahwa Bahan Tambahan Makanan adalah bahan-bahan
yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit yaitu
untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur, atau memperpanjang daya
simpan. Sedangkan menurut Puspitasari (2001), Bahan
Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja
ditambahkan makanan dan minuman dalam proses pengolahan, pengemasan dan
penyimpanan dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Tujuan
penggunaan bahan tambahan makanan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan
nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
PENENTUAN
BORAKS DALAM BAHAN PANGAN
Boraks
adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Fungsinya hampir
sama dengan pestisida. Braks berbentuk serbuk kristal putih tanpa bau dan mudah
larut dalam air.
Boraks
digunakan secara ilegal dalam industri makanan seperti baso dan kerupuk, karena
mampu memberi efek bagus pada tekstur makanan. Baks dengan boraks menjadi
kenyal, renyah, dan tahan lama. Kerupuk dengan boraks pun lebih renyah dan
empuk.
Padahal boraks adalah bahan pembersih dan pengawet kayu,
dengan fungsi antiseptik. Braks juga bisa menyebabkan gangguan otak, hati,
lemak, dan ginjal. Dalam jumlah besar, boraks bisa mematikan, koma, depresi,
kerusakan ginjal, dan kematian.
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui
apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena
sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan
warna nyala boraks asli.
Sampel yang akan diidentifikasi apakah
mengandung boraks atau tidak adalah sampel Bubur ayam. Sampel dimasukkan ke
dalam cawan yang sudah dipijarkan dan di simpan di dalam desikatot. Kemudian
sampel ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan 5 mL metanol.
Kemudian sampel dibakar permukaan cawannya dengan menggunakan korek api.
Terlihat bahwa nyala yang dihasilkan tidak berwana hijau, sehingga dapat
disimpulkan secara kualitatif bahwa sampel bubur ayam tersebut tidak mengandung
boraks. Tentunya dengan kontrol positif sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk
boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan
positif mengandung boraks.
PENENTUAN
FORMALIN DALAM BAHAN PANGAN
Formalin
adalah berupa cairan dalam suhu ruangan, tidak berwarna, bau sangat menyengat,
mudah larut dalam air dan alkohol. Formalin adalah nama dagang formaldehida
yang dilarutkan dalam air dengan kadar 36 – 40 %. Formalin
biasa juga mengandung alkohol 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator
supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi (http://oliveoile.wordpress.com/2008/01/07/formalin-boraks/).
Penggunaan
formalin sebagai desinfektan, cairan pembalsem, pengawet jaringan, untuk
pembunuh hama, pengawet mayat, bahan disinfektan dalam industri plastik, busa,
dan resin untuk kertas, digunakan di indutri tekstil dan kayu lapis. Formalin
tidak boleh digunakan sebagai bahan pengawet untuk makanan.
Formalin juga merupakan bahan kimia yang biasa digunakan
dalam industri kayu lapis, dan digunakan sebagai bahan desinfektan pada rumah
sakit. Formalin digunakan secara ilegal untuk bahan pengawet. Bahan pangan yang
ditambahkan formalin bisa awet berhari-hari tanpa disimpan dalam lemari
pendingin, sehingga dapat awet hingga 3-5 hari.
Makanan
yang mengandung formalin dalam kadar serendah apapun akan berdampak berbahaya
terhadap kesehatan. Formalin masuk ke dalam tubuh secara rutin dan terus
menerus akan mengakibatkan penumpukan
pada tubuh. Penumpukan ini antara lain
mengakibatkan nikrosis, penciutan selaput lendir, terdapat kelainan pada hati,
ginjal, jantung dan otak, serta mengakibatkan kegiatan sel berhenti. Sedangkan
konsumsi formalin dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan kejang-kejang, kencing
darah dan muntah darah yang mengakibatkan kematian. Secara umum dampak
penggunaan formalin pada manusia dapat menurunkan derajat kesehatan dan
kemampuan daya tahan tubuh hidup manusia (Bakohumas, 2005). Absorpsi toksikan
melalui saluran cerna adalah toksikan yang masuk kedalam saluran cerna dimana
toksikan akan menuju lambung yang merupakan tempat penyerapan penting, lalu
akan terikat dalam plasma dan diangkut yang kemudian akan diserap dari usus
dengan sistem transport carrier. Formalin lebih bahaya lagi jika berakumulasi
dalam alat pencernaan karena sulit dikeluarkan melalui feces atau urine.
Ada beberapa ciri untuk mendeteksi formalin, walaupun tidak terlampau khas untuk mengenali pangan berformalin,
namun dapat membantu membedakannya dari pangan tanpa formalin.
1.
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)
dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius).
2.
Bau agak menyengat, bau formalin.
Tidak lengket , teksturnya
sangat kenyal dan lebih
mengkilap dibandingkan bahan pangan normal
3.
Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin
0.5-1ppm).
Gambar
1 Bubur Ayam
|
Caranya bahan yang diduga mengandung formalin yaitu
sampel bubur ayam dilarutkan dengan 5mL aquadest kemudian disaring dan filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
filtrat ditambahkan 5 tetes KMnO4 0,02% dan dinamdingkan dengan
kontrol yaitu 5 mL aquadest dan 5 tetes KMnO4. Ketika diamati perubahan
warna yang terjadi terlihat bahwa warna ungu memudar dan lama kelamaan
hilang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Sampel Bubur ayam tersebut mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini.,
2006).
Penentuan
Zat Warna Sintetis
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah
atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan.
Penentuan mutu dan bahan makanan pada
umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna,
tekstur, dan nilai gizinya; disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi
sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna
tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang
dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari
warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna
juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya
cara pencampuran atau cra pengolahan ditandai dengan adanya warna yang seragam
dan merata (Winarno,1995).
Di indonesia tata cara atau undang-undang
zat pewarna makanan belum ada. Sehingga cenderung terjadi penyalahgunaan
dalamakaian zat pewarna. Misalnya, sering digunakan zat pewarna tanpa
mencantumkan label dan merek. Sirup dengan warna yang mencolok dan indah,
dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu
terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil
mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal.
Gambar 2
Permen
|
Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai
aturan tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan.
LPPOM MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika
tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau
subhat (tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja
tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu
diingat kalau penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus
dipilih dari bahan-bahan yang halal.
BAB VI
KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh dari beberapa pecobaan pada Analisi
Bahan Tambahan Pangan secara Kualitatif, yaitu :
1.
Penentuan Zat Warna Sintetis pada Permen H Positif mengandung Pewarna Sintetis.
2. Penentuan Boraks pada Sampel Bubur Ayam Negatif mengandung Boraks.
3.
Penentuan Formalin pada Sampel Bubur Ayam Positif mengandung Formalin.
BAB VII DAFTAR
PUSTAKA
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.
Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan. http://www.pom.go.id.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2012.
Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.
Bhratara, Jakarta.
Novia, DRM. 2010. Mewaspadai Pewarna Makanan.
http://www.mirror.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Januari 2012.
Purba, ER. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang
Dijual di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam. http://www.repository.usu.ac.id.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2012.
Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan
Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri Dan
Perdagangan. Institusi Pertanian Bogor, Bandung.
Sihombing, VM. 2008. Analisa Zat Pewarna Kuning Pada Tahu tang
dijual di Pasar-pasar di Medan. http://www.repository.usu.ac.id.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2012.
Slamet, S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada
University, Yogyakarta.
Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment